Praktik
contek mencontek dan jiblak-menjiblak kian hari sangat memprihatinkan bahkan
sulit sekali rasanya untuk diberantas, sesulit memberantas korupsi dari
lembaga-lembaga negara di negeri ini.
kpk sebagai garda terdepan untuk memberantas korupsi banyak mendapat tantangan
akhir-akhir ini dan dalam pekerjaannya hanya dapat ikan-ikan kecil yang hanya
tampak dipermukaan sungai saja, karena memang jika ingin serius memberantas
korupsi dari lembaga negara sama saja membongkar aib negeri sendiri yang sudah
lama membatu. Begitu juga halnya pencontek/ plagiat yang sudah menjamur dalam
lembaga pendidikan tidak terkecuali universitas/ perguruan tinggi yang menjadi
simbol orang-orang hebat.
Dalam
perguruan tinggi, budaya plagiat tidak hanya dilakukan oleh mahasiswa, bahkan seorang
dosenpun sudah tidak punya rasa malu mencontek dan menjiblak karya orang lain.
Hal ini telah terbukti dari pemberitaan salah satu media massa bulan-bulan
kemarin. Ini menjadi bukti menjiblak sudah membudaya dan mendarah daging dalam
lembaga pendidikan.
Lain halnya dengan praktik plagiat
yang sering dilakukan beberapa mahasiswa, jarang mencuat atau menjadi
pemberitaan yang heboh di media massa. Padahal jika praktik seperti ini tidak
diberantas, bisa-bisa ke depan akan semakin banyak lahir guru dan dosen dengan
mental penjiplak/ pencontek.
Baik
dosen ataupun mahasiswa kadang terpaksa untuk menjiblak karya orang lain
ataupun menjiblak karya pribadi dengan menambah sedikit kutipan-kutipan untuk
menpercantik karyanya, hal ini tidak terlepas dari keinginannya untuk
menyelesaikan tugas dalam waktu yang sangat cepat seperti halnya SKS ( sistem
kebut semalam ). Apalagi bagi mahasiswa yang tidak tahu menahu akan tugas
kuliah, dan tanpa disadari bahwa besok harus presentasi dan harus membuat
makalah. Maka tidak mau ambil pusing, metode copy-paste adalah solusi terbaik
baginya dan anehnya mereka secara sadar mengulagi perbuataannya kadang mereka
bangga bisa melakukannya.
Mahasiswa
yang identik dengan agent of change seakan
tidak perduli akan identitas dirinya sebagai mahasiswa, bukan perubahan positif
yang dihasilkan akan tetapi mewariskan kemunafikan baik bagi dirinya ataupun
orang lain.
Kelemahan kemampuan analisis dan
merangkumnya dalam sebuah tulisan menjadi salah satu faktor banyaknya mahasiswa
sangat pede menjadi pencontek/plagiat. Hal ini bukan saja yang terdapat dari
internet, referensi yang terdapat di buku-buku mereka salin mentah-mentah tanpa
harus merubahnya satu huruf pun. Jika makalah yang bentuknya tipis saja sudah
bangga hasilnya dengan mencontek, apalagi skripsi lembarannya jauh lebih tebal
dari makalah.
Untuk memusnahkan praktik plagiat
tersebut memang harus ada tindakan yang tegas, dan kalau perlu diberi
peringatan yang keras agar tidak mengulanginya. Seperti hanya korupsi untuk
memberantasnya harus ada hukuman yang tegas bagi pelakunya yang dapat menyadarkan
dirinya untuk tidak mengulangi perbuatannya dan dapat menjadi pelajaran bagi
orang lain agar tidak melakukan kesalahan yang serupa yaitu korupsi.
Sedangkan untuk menghapus budaya
mencontek yang kian merajalela ini perlu ada terobosan baru dengan cara memberi
penyuluhan dari tingkat sekolah dasar yaitu metode antiplagiat, seperti halnya
antikorupsi. Sehingga anak-anak tersebut sudah mempunyai rasa malu dan berdosa
apabila melakukannya. Anak-anak menjadi faktor penting bagaimana budaya akan
terbentuk, karena mereka generasi penerus yang akan bertanggungjawab menjaga
baik-tidaknya satu budaya kedepan. Kalau dari semenjak anak-anak sudah terbiasa
untuk mencontek maka dapat dipastikan kebiasaan tersebut akan sangat sulit
dihilangkan ketika menginjak smp hingga menjadi mahasiswa sekalipun.
Saat ini, banyak mahasiswa yang
menjadikan alasan tidak punya laptop atau komputer sebagai kendala mereka tidak
bisa menulis. padahal, itu hanya akting agar dapat menutupi rasa malasnya. Dan
kalau dibandingkan dengan orang-orang dahulu, mengapa mereka masih bisa
menelurkan karya-karya hebat sedangkan laptop dan komputer belum ada pada waktu
itu.
Ada apa denganmu ? itu yang dapat
saya gambarkan tentang kualitas mental mahasiswa yang tanpa berdosa mencontek
dan menjiblak karya orang lain. Sekali lagi, kurangnya minat membaca dan
lemahnya kemampuan analisis yang dapat dituangkan dalam bentuk tulisan menjadi
faktor utama banyaknya praktek haram ini. untuk itu sudah saatnya bagi
mahasiswa belajar menganalisis dan mencoba merangkumnya dalam sebuah tulisan,
dan membaca sebagai hobinya. Dengan cara seperti ini mudah-mudahan budaya
menulis semakin kuat dan praktek plagiat semakin dipudarkan, dan lambat laun
semakin hilang.