BAB I
PENDAHULUAN
Keadilan adalah sesuatu yang sangat
signifikan dalam kehidupan sehari-hari. Al-Qur`an banyak mengungkapkan
ayat-ayat tentang keadilan, term yang digunakan didalam al-Qur`an ketika
menyebutkan keadilan adalah al-Adl dan al-Qisht.
Melalui tulisan
ini penulis mencoba mengungkapkan penafsiran Sayyid Quthb terhadap ayat-ayat
keadilan didalam tafsir Fi Zhilal al-Qur`an. Bagimana Sayyid Quthb
mendefinisikan keadilan, apa tujuan menegakkan keadilan, siapa yang berhak
mendapatkan keadilan dan dasar apa yang digunakan untuk menegakkan keadilan.
Menurut Sayyid Quthb keadilan itu bersifat mutlak yang bersifat menyeluruh
diantara semua manusia.
Tujuan menegakkan keadilan itu semata-mata
karena Allah bukan karena kebaikan seseorang, golongan atau kelompok, dan yang
berhak mendapatkan keadilan adalah semua manusia, muslim atau kafir, teman atau
lawan, kaya ataupun miskin. Adapun aturan yang digunakan untuk menegakkan
keadilan adalah syari`at Allah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian dan Term-term Keadilan dalam al-Qur`an
Al-Qur`an menggunakan term (al-`Adl) dan (al-Qisht) untuk pengertian keadilan. Dilihat dari akar katanya, term al-`Adl
terdiri dari huruf `ain, dal dan lam. Maksud yang
terkandung didalamnya ada dua macam, yaitu lurus dan bengkok. Makna ini
bertolak belakang antara satu dan lainnya. Intinya ialah persamaan atau
al-musawah.[1]
Sementara akar kata al-Qisht
terdiri dari tiga huruf yaitu qaf, sin dan tha. Makna yang
terkandung dalam struktur ketiga huruf di atas ada tiga macam yaitu keadilan
atau al-Qisht, kecenderungan atau al-Qasht dan bengkok atau al-Qasath.
Dari pengertian di atas dapat dimunculkan lagi dua makna yang lain yaitu bagian
al-Nashib dan neraca atau al-Qisthas.[2]
Term al-Qisht dapat diartikan
sebagai memperoleh bagian dan porsi yang adil. Kemudian term al-Qasht
dapat diartikan sebagai mengambil porsi orang lain atau curang. Sedangkan term al-Iqsath
dapat diartikan sebagai memberikan hak dan porsi seseorang kepada yang
bersangkutan.[3]
Jadi tampaknya term al-Iqsath ini mengarah kepada pengertian keadilan
dalam makna proposional.
B.
Penafsiran Sayyid Quthb atas Ayat-ayat Keadilan
Ada sejumlah ayat al-Qur`an yang
berkaitan dengan keadilan dan relevan dengan tema pembahasan, diantaranya
adalah:
1. Al-Qur`an
secara tegas telah memberikan tuntunan agar berlaku adil kepada semua manusia.
Hal ini ditegaskan Allah dalam surah al-Nisa ayat 58:
Sesungguhnya
Allah telah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya
dan (menyuruh kamu apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-sebaiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat
Sayyid Quthb
menafsirkan ayat di atas bahwa keadilan itu bersifat mutlak yang berarti
meliputi keadilan yang menyeluruh diantara semua manusia, bukan keadilan
diantara sesama kaum muslimin dan terhadap ahli kitab saja. Keadilan merupakan
hak setiap manusia mukmin ataupun kafir, teman ataupun lawan, orang berkulit
putih ataupun berkulit hitam orang arab ataupun orang ajam (non arab).[4]
Dalam menafsirkan ayat di atas, nampak sekali pembelaan Sayyid Quthb terhadap
Islam, hal ini bisa dilihat ketika dia mengatakan bahwa memutuskan hukum dengan
adil itu sama sekali belum pernah dikenal oleh manusia kecuali hanya di masa
kepemimpinan Islam saja.
2. Al-Qur`an
memberikan tuntunan agar ketika menegakkan keadilan tidak menggunakan hawa
nafsu. Ada beberapa ayat yang menegaskan agar tidak cenderung kepada hawa
nafsu, kebencian atau penghormatan ketika memutuskan perkara. Salah satu ayat
tersebut adalah Firman Allah SWT:
Hai orang-orang
yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi
saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum
kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemashlahatannya.
Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari
kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi
maka sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.(QS. al-Nisa :
135).
Menurut Sayyid Quthb ayat di atas
merupakan amanat untuk menegakkan keadilan yang sebenarnya pada semua tempat
dan keadaan dan semua manusia baik mukmin ataupun kafir, teman atau musuh, kaya
ataupun miskin menurut pandangan Allah memiliki hak yang sama untuk mendapatkan
keadilan. Dan menegakkan keadilan itu tidak karena kebaikan seseorang, golongan
atau kelompok dan berusaha untuk melepaskan dari semua kecenderungan, hawa
nafsu, kemashlahatan dan penghormatan tetapi semata-mata karena Allah.[5]
3.
Menegakkan keadilan itu semata-mata karena ketaqwaan
kepada Allah. Hal ini dijelaskan Allah dalam surah al-Maidah ayat 8;
Hai orang-orang
yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) karena Allah menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.
Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada taqw. Dan bertaqwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Sayyid Quthb memberikan penafsiran pada
ayat ini bahwa berbuat adil itu harus yang mutlak tidak karena cenderung kasih
sayang atau kebencian pada seseorang juga tidak karena kerabat, kemashlahatan
atau hawa nafsu.[6]
Keadilan itu muncul hanya karena ketaqwaan kepada Allah SWT.[7]
4.
Para Rasul membawa risah keadilan untuk manusia.
Sebagaimana firman Allah SWT;
(
Sesungguhnya
Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan
telah Kami turunkan bersama mereka al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya
manusia dapat melaksanakan keadilan...QS. al-Hadid : 25.
Setiap rasul itu datang untuk
menetapkan keadilan di muka bumi untuk memperbaiki perbuatan-perbuatan dan rasa
aman dari hawa nafsu. Maka mizan (keadilan) itu menjadi pegangan yang
tetap bagi manusia, karena mereka menemukan di dalamnya sesuatu yang haq
(kebenaran).[8]
Dari beberapa penafsiran Sayyid Quthb
di atas dapat diambil kesimpulan sementara bahwa keadilan itu halus sebagaimana
timbangan yang lurus, keseimbangan hak-hak manusia dan kebebasan. Dalam hal ini
Sayyid Quthb mengidentifikasikan kepada Islam sebagai ajaran, karena dalam
setiap pembahasannya tentang keadilan selalu merujuk pada al-Qur`an dan tidak
bebas nilai. Sebagaimana yang dia katakan bahwa Islam datang dengan keadilan
yang menanggung setiap pribadi dan kelompok yang merupakan undang-undang mutlak
untuk dilaksanakan, tidak cenderung kepada hawa nafsu, tidak mengutamakan cinta
kasih dan kebencian, tidak pula membedakan kaya, miskin, kuat dan lemah dalam
menegakkannya.
Jadi apa yang dimaksud Sayyid Quthb
tentang keadilan merupakan suatu yang agung, keadilan yang tidak dipengaruhi
oleh ruang dan waktu, nafsu dan kecenderungan-kecenderungan lain. Keadilan yang
menuntut perlakuan sama terhadap semua manusia tanpa terkecuali.
Adapun tujuan penegakkan keadilan
menurut Sayyid Quthb adalah untuk memberi rasa aman dari kekacauan hawa nafsu
dan berbenturannya kemashlahatan dan kemadharata. Dan yang paling penting adalah bertujuan untuk menuju ketaqwaan dan
keridhaan Allah SWT.
Sedangkan yang
berhak untuk mendapatkan keadilan menurut penafsiran Sayyid Quthb adalah semua
manusia berdasarkan manhaj rabbani baik yang mukmin maupun non mukmin,
teman atau lawan kaya atau miskin, arab atau `ajam. Dan yang perlu
diperhatikan lanjut Sayyid adalah menegakkan keadilan itu berdasarkan syari`at
Allah, karena jika menegakkan keadilan itu tidak berdasarkan syari`at Allah,
maka hal itu tidak berlangsung lama dalam kehidupan manusia dan hal itu
merupakan kekacauan yang dihembuskan oleh orang-orang jahiliyah dan
berdasarkan hawa nafsu.[9]
BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa keadilan itu merupakan sesuatu yang sangat di tegaskan dalam Islam yang
menuntut perlakuan yang sama terhadap semua manusia tanpa terkecuali. Adapun tujuan
penegakan keadilan itu untuk menuju ketaqwaan dan keridhaan Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Abi al-Husain
Ahmad Ibn Faris Ibn Zakariyya, Mu`jam Maqayis al-Lughah, Juz V, t.tp :
Dar al-Fikr, 1979.
Al-Raghib
al-Ashfahani, Mufradat Alfadz al-Qur`an, Damsyik : Dar al-Qalam, 1992.
Sayyid Quthb, Fi
Zhilal al-Qur`an, Jilid II, Kairo : Dar al-Syuruq, Cet. XVII, 1412 H/1992
M.
Abu Abdullah
Muhammad Ibn Ismail al-Bukhari, Shahih Bukhari, Juz IV, Bandung :
Maktabah Dahlan.
[1] Abi al-Husain Ahmad Ibn Faris Ibn Zakariyya, (Selanjutnya
disebut Ibn Faris) Mu`jam Maqayis al-Lughah, Juz V, t.tp : Dar al-Fikr,
1979, hal. 246.
[4] Sayyid Quthb, Fi Zhilal al-Qur`an, Jilid II, Kairo
: Dar al-Syuruq, Cet. XVII, 1412 H/1992 M, hal. 690.
[6] Berkaitan dengan keadilan ini, Rasulullah menjelaskan
dalam hadisnya; Wahai sekalian manusia, sesungguhnya orang-orang yang sebelum
kamu telah sesat disebabkan mereka itu melaksanakan hukum atas orang-orang yang
hina dan memaafkan orang-orang yang terhormat. Aku bersumpah, demi Allah,
sekiranya Fatimah puteri Rasulullah mencuri sesuatu, niscaya kupotong
tangannya. Lihat Abu Abdullah Muhammad Ibn Ismail al-Bukhari, Shahih Bukhari,
Juz IV, Bandung : Maktabah Dahlan, t.t., h. 2856.