WELCOME

selamat datang wahai para pencari tuhan, kami akan membantu anda memasuki dunia yang penuh warna...

Selasa, 26 April 2011

FILSAFAT EKSISTENSIALISME

A.     Pendahuluan
Filsafat adalah pikiran yang dilakukan, biasanya berupa pertanyaan kepada diri sendiri, demi memdapatkan kebijaksanaan, akar dari pemikiran tersebut. Metode kerja filsafat adalah mengajukan pertanyaan dan mengupasnya secara mendalam. Filsafat manusia merupakan bagian dari filsafat yang mengupas hakikat manusia. Filsafat manusia mempelajari inti dan gejala dari manusia itu sendiri. Para filosof semenjak ribuan tahun yang lalu bertanya apakah manusia itu, darimana datangnya manusia dan apa takdir yang dimiliki manusia.
Filsafat manusia perlu dipelajari karena manusia adalah makhluk yang mempunyai kemampuan dan hak istimewa yang lebih daripada makhluk hidup lainnya serta memiliki rasa ingin tahu yang besar untuk mencari tahu sedalam-dalamnya semua hal tentang manusia itu sendiri. Filsafat manusia menganggap bahwa watak manusia merupakan kumpulan corak yang khas atau rangkaian bentuk yang dinamis dan khas yang terdapat pada manusia.
Filsafat Manusia secara umum bertujuan menyelidiki, menginterpretasi dan memahami gejala-gejala atau ekspresi-ekspresi manusia sebagaimana pula halnya dengan ilmu-ilmu tentang manusia (human studies). Adapun secara spesifik bermaksud memahami hakikat atau esensi manusia. Jadi, mempelajari filsafat manusia sejatinya adalah upaya untuk mencari dan menemukan jawaban tentang siapakah sesungguhnya manusia itu.
Obyek kajiannya tidak terbatas pada gejala empiris yang bersifat observasional dan atau eksperimental, tetapi menerobos lebih jauh hingga kepada gejala apapun tentang manusia selama bisa atau memungkinkan untuk dipikirkan secara rasional.
Terdapat beberapa aliran dalam filsafat manusia. Beberapa diantaranya adalah materialisme, idealisme, dualisme, eksistensialisme, dam strukturalisme. Dalam makalah ini, kami akan membahas eksistensialisme.
B.     Pengertian
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, eksistensialisme adalah aliran filsafat yang pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak benar.  Berdasarkan etimologis, eksistensialisme berarti berdiri atau berada di (ke) luar. eks´ berarti ke (di) luar dan (s)istens berarti menempatkan atau berdiri. (Sutardjo, 2006, hal 80).
Menurut Wikipedia, eksistensialisme adalah aliran filsafat yg pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya bukannya tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relatif, dan karenanya masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya benar.
Menurut Prof. Dr. Sutardjo A. Wiramihardja, Psi. dalam bukunya Pengantar Filsafat (2006), eksistensialisme adalah aliran filsafat yang memandang segala hal berpangkal pada eksistensinya. Menurut beliau lebih lanjut, eksistensialisme merupakan cara manusia berada atau lebih tepat mengada dan eksistensi ini hanya berlaku pada manusia.
Menurut Prof. Dr. Ahmad Tafsir dalam bukunya Filsafat Umum(2000), eksistensialisme merupakan aliran dalam filsafat yang menunjukkan cara beradanya manusia di bumi yang lahir sebagai reaksi terhadap materialisme, idealisme, dan situasi dunia pada umumnya yang tidak menentu.

Berdasarkan definisi-definisi di atas serta pemahaman kami, kami mengartikan eksistensialisme sebagai salah satu aliran filsafat yang menekankan cara keberadaan manusia itu di dunia yang dihadirkan melalui kebebasan manusia yang bertanggung jawab terhadap kemauan individu yang bebas tanpa memikirkan mana yang benar dan mana yang salah secara mendalam.

C.     Sejarah Kelahiran Eksistensialisme
Istilah esikstensialisme pertama kali digunakan oleh ahli filsafat Jerman yaitu Martin Heidegger (1889-1976). Akar metodelogi eksistensialisme ini berasal dari fenomenologi yang dikembangkan oleh Edmund Husserl (1859-1938).
Eksistensialisme lahir karena ketidakpuasan beberapa filosof terhadap filsafat pada masa Yunani hingga modern, seperti protes terhadap rasionalisme Yunani, khususnya pandangan spekulatif tentang manusia. Intinya adalah penolakan untuk mengikuti suatu aliran, penolakan terhadap kemampuan suatu kumpulan keyakinan, khususnya kemampuan sistem, rasa tidak puas terhadap filsafat tradisional yang bersifat dangkal, akademik dan jauh dari kehidupan, juga pemberontakan terhadap alam yang impersonal yang memandang manusia terbelenggu dengan aktivitas teknologi yang membuat manusia kehilangan hakekat hidupnya sebagai manusia yang bereksistensi.
Eksistensialisme merupakan gerakan filosofis yang muncul di Jerman setelah perang dunia I dan berkembang di Perancis setelah perang dunia II. Bermula dari reaksi terhadap esensialisme Hegel, yang memandang bahwa konstruksi dipahami sebagai suatu lintasan dari sesuatu yang tidak eksis (No existence, not being) kepada µsesuatu yang eksis¶. Kierkegaard menentang pandangan tersebut dengan menyatakan tentang kebenaran subjektif, yaitu suatu bentuk penegasan keunikan dan sesuatu yang konkrit dan nyata sebagai sesuatu yang berlawanan dengan yang abstrak. Konsep tersebut merupakan perlawanan terhadap usaha untuk mengkonstruksi gambaran tentang dunia dengan memakai konsep kecukupan intelek pada dirinya sendiri. Apa pun yang eksis menjadi sesuatu yang dihadapi secara yakin sebagai sesuatu yang lebih aktual dibanding dengan sesuatu yang dipikirkan.
Eksistensialisme muncul sebagai reaksi terhadap pandangan materialisme. Paham materialisme ini memandang bahwa pada akhirnya manusia itu adalah benda, layaknya batu atau kayu, meski tidak secara eksplisit. Materialisme menganggap hakekat manusia itu hanyalah sesuatu yang material, betul-betul materi. Materialisme menganggap bahwa dari segi keberadaannya manusia sama saja dengan benda-benda lainnya, sementara eksistensialisme yakin bahwa cara berada manusia dengan benda lain itu tidaklah sama. Manusia dan benda lainnya sama-sama berada di dunia, tapi manusia itu mengalami beradanya dia di dunia, dengan kata lain manusia menyadari dirinya ada di dunia. Eksistensialisme menempatkan manusia sebagai subjek, artinya sebagai yang menyadari, sedangkan benda-benda yang disadarinya adalah objek.
Eksistensialisme juga lahir sebagai reaksi terhadap idealisme. Idealisme dan materialisme adalah dua pandangan filsafat tentang hakekat yang ekstrim. Materialisme menganggap manusia hanyalah sesuatu yang ada, tanpa menjadi subjek, dan hal ini dilebih-lebihkan pula oleh paham idealisme yang menganggap tidak ada benda lain selain pikiran. Idealisme memandang manusia hanya sebagai subjek, dan materialisme memandangnya sebagai objek. Maka muncullah eksistensialisme sebagai jalan keluar dari kedua paham tersebut, yang menempatkan manusia sebagai subjek sekaligus objek. Manusia sebagai tema sentral dalam pemikiran.
Munculnya eksistensialisme juga didorong oleh situasi dunia secara umum, terutama dunia Eropa barat. Pada waktu itu kondisi dunia pada umumnya tidak menentu akibat perang. Di mana-mana terjadi krisis nilai. Manusia menjadi orang yang gelisah, merasa eksistensinya terancam oleh ulahnya sendiri. Manusia melupakan individualitasnya. Dari sanalah para filosof berpikir dan mengharap adanya pegangan yang dapat mengeluarkan manusia dari krisis tersebut. Dari proses itulah lahir eksistensialisme.
Kierkegaard seorang pemikir Denmark yang merupakan filsuf Eksistensialisme yang terkenal abad 19 berpendapat bahwa manusia dapat menemukan arti hidup sesungguhnya jika ia menghubungkan dirinya sendiri dengan sesuatu yang tidak terbatas dan merenungkan hidupnya untuk melakukan hal tersebut, walaupun dirinya memiliki keterbatasan untuk melakukan itu. Filsafatnya untuk menjawab pertanyaan mengenai ³Bagaimanakah aku menjadi seorang individu?´ Ia juga menganut prinsip Socrates yang mengatakan bahwa ´pengetahuan akan diri adalah pengetahuan akan Tuhan´ . Hal ini terjadi karena pada saat itu terjadi krisis eksistensialisme (manusia melupakan individualitasnya), sehingga manusia bisa menjadi manusia yang autentik jika memiliki gairah, keterlibatan dan komitmen pribadi dalam kehidupan.
Jean-Paul Sartre, filsuf lain dari Eksistensialisme berpendapat eksistensi mendahului esensi, manusia adalah mahkluk eksistensi, memahami dirinya dan bergumul di dalam dunia. Tidak ada alam manusia, karena itu tidak ada Tuhan yang memiliki tentang konsepsi itu. Jean-paul Sartre kemudian menyimpulkan bahwa manusia tidak memiliki suatu apapun, namun dia dapat membuat sesuatu bagi dirinya sendiri. Neitzche, juga filosof Jerman (1844-1900) yang tujuan filsafatnya menjawab pertanyaan ´ Bagaimana menjadi manusia unggul?´ dan jawabannya adalah manusia bisa menjadi manusia unggul jika mempunyai keberanian untuk merealisasikan diri secara jujur dan berani.Kedua tokoh diatas muncul karena adanya perang dunia pertama dan situasi Eropa pada saat itu, sehingga mereka tampil untuk menjawab pandangan tentang manusia seperti yang sudah dijelaskan diatas.
Disamping itu penyebab munculnya filsafat eksistensialisme ini yaitu adanya reaksi terhadap filsafat materialisme Marx yang berpedoman bahwa eksistensi manusia bukan sesuatu yang primer dan idealisme Hegel yang bertolak bahwa eksistensi manusia sebagai yang konkret dan subjektif karena mereka hanya memandang manusia menurut materi atau ide dalam rumusan dan system-sistem umum (kolektivitas sosial).

D.    Tokoh-tokoh Eksistensialisme.

1.      Soren Aabye Kiekeegaard
Inti pemikirannya adalah eksistensi manusia bukanlah sesuatu yang statis tetapi senantiasa menjadi, manusia selalu bergerak dari kemungkinan menuju suatu kenyataan, dari cita-cita menuju kenyataan hidup saat ini. Jadi ditekankan harus ada keberanian dari manusia untuk mewujudkan apa yang ia cita-citakan atau apa yang ia anggap kemungkinan.

2.      Friedrich Nietzsche
Menurutnya manusia yang bereksistensi adalah manusia yang mempunyai keinginan untuk berkuasa (will to power), dan untuk berkuasa manusia harus menjadi manusia super (uebermensh) yang mempunyai mental majikan bukan mental budak. Dan kemampuan ini hanya dapat dicapai dengan penderitaan karena dengan menderita orang akan berfikir lebih aktif dan akan menemukan dirinya sendiri.

3.      Karl Jaspers
Memandang filsafat bertujuan mengembalikan manusia kepada dirinya sendiri. Eksistensialismenya ditandai dengan pemikiran yang menggunakan semua pengetahuan obyektif serta mengatasi pengetahuan obyektif itu, sehingga manusia sadar akan dirinya sendiri. Ada dua fokus pemikiran Jasper, yaitu eksistensi dan transendensi.
4.      Martin Heidegger
Inti pemikirannya adalah keberadaan manusia diantara keberadaan yang lain, segala sesuatu yang berada diluar manusia selalu dikaitkan dengan manusia itu sendiri, dan benda-benda yang ada diluar manusia baru mempunyai makna apabila dikaitkan dengan manusia karena itu benda0benda yang berada diluar itu selalu digunakan manusia pada setiap tindakan dan tujuan mereka.
5.      Jean Paul Sartre
Menekankan pada kebebasan manusia, manusia setelah diciptakan mempunyai kebebasan untuk menetukan dan mengatur dirinya. Konsep manusia yang bereksistensi adalah makhluk yang hidup dan berada dengan sadar dan bebas bagi diri sendiri.
E.     PENUTUP
Eksistensialisme merupakan suatu aliran dalam ilmu filsafat yang menekankan pada manusia, dimana manusia dipandang sebagai suatu mahluk yang harus bereksistensi, mengkaji cara manusia berada di dunia dengan kesadaran. Jadi dapat dikatakan pusat renungan eksistensialisme adalah manusia konkret.
Ada beberapa ciri eksistensialisme, yaitu, selalu melihat cara manusia berada, eksistensi diartikan secara dinamis sehingga ada unsur berbuat dan menjadi, manusia dipandang sebagai suatu realitas yang terbuka dan belum selesai, dan berdasarkan pengalaman yang konkret.
Jadi dapat disimpulkan bahwa eksistensialisme memandang manusia sebagai suatu yang tinggi, dan keberadaannya itu selalu ditentukan oleh dirinya, karena hanya manusialah yang dapat bereksistensi, yang sadar akan dirinya dan tahu bagaimana cara menempatkan dirinya.
Munculnya eksistensialisme sebagai reaksi atas materialism dan idealism, begitu juga didorong oleh situasi dunia terutama bangsa eropa yang mengalami krisis nilai, bahkan manusianya sendiri mengalami krisis. Maka dari hal itu tampillah eksistensialisme yang menjadikan manusia sebagai subyek dan sekaligus obyek. Manusia dijadikan tema sentral dalam perenungan.

DAFTAR PUSTAKA

Tafsir, Ahmad, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra. Bandung : Remaja Rosda Karya, 2009. Cet XVII.
Abdul Hakim, Atang. Ahmad Saebani, Beni, Filsafat Umum Dari Metologi Sampai Teofilosofi. Bandung : Pustaka Setia, 2008. Cet I.
Asmoro Achmadi, Filsafat Umum. Jakarta : Rajawali
Sutardjo A, Wiramihardja, Pengantar Filsafat. Bandung : Refika Aditama, 2006.