A.
ALIRAN ALIRAN DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN
1.
Aliran Progressivisme
Aliran progresivisme adalah suatu aliran
filsafat pendidikan yangsangat berpengaruh dalam abad ke 20 ini. Pengaruh itu terasa
di seluruh dunia.
Aliran progresivisme dihubungkan dengan
pandangan hidup liberal, maksudnya
pandangan hidup yang mempunyai sifat-sifat : Fleksibel (tidak menolak
perubahan), Curious (ingin mengetahui),
Toleran (mempunyai hati terbuka).
Sifat-sifat dalam progresivisme dapat
diklasifikasikan dalam dua kelompok :
a.
Sifat-sifat negatif : Bahwa progresivisme
menolak otoritarisme dan absolutisme dalam segala bentuk.
b.
Sifat-sifat positif : Bahwa progresivisme
menaruh kepercayaan terhadap kekuatan alamiyah dari manusia, kekuatan-kekuatan
yang diwarisi oleh manusia dari alam sejak lahir.
Progresivisme yakin bahwa
manusia mempunyai kesanggupan-kesanggupan untuk mengendalikan hubunganya
dengan alam, sanggup meresapi rahasia, rahasia, sanggup menguasai alam. Akan tetapi
di sampingkeyakinan-keyakinan ini ada juga kesangsian.
Progresivisme sebagai aliran pikiran baru
muncul dengan jelas pada pertengahan abad ke 29, akan tetapi garis
perkembangannya dapat ditarik jauh ke belakang sampai pada zaman Yunani purba. Misalnya Heraclitus ( + 544 - + 484), Socrates
(469 ± 399), Protagoras (480 ± 410) dan Aristoteles. Dalam azas modern,
sejak abad ke 16 Francis Bacon, John Locke, Rousseau, Kant dan Itegel dapat
disebut sebagai penyumbang pikiran dalam proses terjadinya aliran progressivisme,
Locke dengan ajarannya kebebasan politik.
Progressive sebagai pendidikan erat sekali
hubungannya dengan kepercayaan yang sangat luas dari Jhon Dewey dalam lapangan
pendidikan. Dewey memperlihatkan kayakinan-keyakinan dan wawasannya
tentang pendidikan, serta mempraktekkannya di sekolah-sekolah. Menurut
Dewey tujuan pendidikan ialah warga masyarakat yang demokratis.
2.
Aliran esensialisme
Essensialisme muncul pada zaman Renaissans.
Essensialis mememandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang
memiliki kejelasan dan tahan lama, sehingga memberikan kestabilan dan arah yang
jelas. Tokoh-tokoh yang berperan dalam penyebaran aliran essensialisme, yaitu:
Desi Derius Erasmus, Johann Amos Comenius,
John Locke, Johann Henric Pestalozi, Johann Friederich Frobel, Johhan
Friederich Herbert, William T Harris.
Tujuan umum aliran essensial adalah membentuk
pribadi bahagia didunia dan akhirat. Dalam sejarah perkembangannya, kurikulum
essensialis memenerapkan berbagai pola kurikulum.
3.
Aliran Perennialisme
Perennialisme diambil dari kata perennial yang
dalam Oxford Advanced learner’s Dictionary of Current English yang diartikan
sebagai “continuing through the whole year” atau “lasting for a very long time”
abadi atau kekal. Dari makna yang terkandung dalam kata itu aliran
perennialisme mengandung kepercayaan filsafat yang berpegang pada nilai-nilai
dan norma-norma yang bersifat kekal dan abadi.
Di bidang pendidikan, perennialisme sangat
dipengaruhi oleh tokoh-tokohnya: plato, aristoteles dan Thomas Aquinas. Menurut
Plato, manusia secara kodrati memiliki tiga potensi, yaitu nafsu, kemauan dan
pikiran. Menurut Aristoteles, tujuan pendidikan adalah “kebahagiaan”
untuk mencapai tujuan pendidikan itu, maka aspek jasmani, emosi dan
intelektual harus dikembangkan. Menurut Thomas Aquinas adalah sebagai “usaha
mewujudkan kapasitasyang ada dalam individu agar menjadi aktif dan nyata”.
4.
Aliran Rekonstruksionalime
Para penganut aliran rekonstruksionalisme
berkeyakinan bahwa bangsa-bangsa di dunia mempunyai hasrat yang sama untuk
menciptakan satu dunia baru, dengan satu kebudayaan baru di bawah satu
kedaulatan dunia,dalam pengawasan mayoritas umat manusia.
5.
Aliran Eksistensialisme
Eksistensialisme pada hakikatnya adalah
merupakan aliran filsafat yang bertujuan mengembalikan keberadaan umat manusia
sesuai dengan keadaan hidup asasi yang dimiliki dan dihadapinya.
Paham eksistensialisme secara radikal menghadapkan manusia
pada pada dirinya sendiri. Sedangkan filsafat eksistensi adalah
benar-benar yaitufilsafat yang menempatkan cara wujud manusia sebagai tema
sentralSecara singkat Kierkegaard memberikan pengertian eksistensialismeadalah
suatu penolakan terhadap suatu pemikiran abstrak, tidak logis atautidak
ilmiah.Eksistensialisme menolak segala bentuk kemutlakan rasional.
B.
FILSAFAT PENDIDIKAN, PENGERTIAN, DASAR-DASAR DAN
TUJUANNYA
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang
berarti cinta, dan kata Sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan
demikian, filsafat berarti cinta cinta terhadap ilmu atau hikmah. Terhadap
pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah hikmah
itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya,
memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya.
Selanjutnya ia menambahkan bahwa filsafat dapat pula berarti mencari hakikat
sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha menafsirkan
pengalaman-pengalaman manusia.
Selain itu terdapat pula teori lain yang mengatakan bahwa filsafat
berasal dari kata Arab falsafah, yang berasal dari bahasa Yunani, Philosophia:
philos berarti cinta, suka (loving), dan sophia yang
berarti pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi, Philosophia
berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran atau lazimnya
disebut Pholosopher yang dalam bahasa Arab disebut failasuf.
Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa pengertian filsafat
telah mengalami perubahan-perubahan sepanjang masanya. Phitagoras (481-411 SM), yang dikenal sebagai
orang yang pertama yang menggunakan perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan
di atas dapat diketahui bahwa pengertian fisafat dar segi kebahsan atau
semantik adalah cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian
filsafat adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau
kebikasanaan sebagai sasaran utamanya.
Filsafat juga memilki pengertian dari segi istilah atau kesepakatan
yang lazim digunakan oleh para ahli, atau pengertian dari segi praktis.
Selanjutnya bagaimanakah pandangan para ahli mengenai pendidikan dalam arti
yang lazim digunakan dalam praktek pendidikan.Dalam hubungan ini dijumpai
berbagai rumusan yang berbeda-beda. Ahmad D. Marimba, misalnya mengatakan bahwa
pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik
terhadap perkembangan jasmani dan rohani si - terdidik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama. Berdasarkan rumusannya ini, Marimba menyebutkan ada
lima unsur utama dalam pendidikan, yaitu 1) Usaha (kegiatan) yang bersifat
bimbingan, pimpinan atau pertolongan yang dilakukan secara sadar. 2) Ada
pendidik, pembimbing atau penolong. 3) Ada yang di didik atau si terdidik. 4)
Adanya dasar dan tujuan dalam bimbingan tersebut, dan. 5) Dalam usaha tentu ada
alat-alat yang dipergunakan.
Sebagai suatu agama, Islam memiliki ajaran yang diakui lebih sempurna
dan kompherhensif dibandingkan dengan agama-agama lainnya yang pernah
diturunkan Tuhan sebelumnya. Sebagai agama yang paling sempurna ia dipersiapkan
untuk menjadi pedoman hidup sepanjang zaman atau hingga hari akhir. Islam tidak
hanya mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di akhirat, ibadah dan
penyerahan diri kepada Allah saja, melainkan juga mengatur cara mendapatkan
kebahagiaan hidup di dunia termasuk di dalamnya mengatur masalah pendidikan.
Sumber untuk mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur kehidupan dunia
dan akhirat tersebut adalah al Qur’an dan al Sunnah. Sebagai sumber ajaran, al
Qur’an sebagaimana telah dibuktikan oleh para peneliti ternyata menaruh
perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan dan pengajaran.
Demikian pula dengan al Hadist, sebagai sumber
ajaran Islam, di akui memberikan perhatian yang amat besar terhadap masalah
pendidikan. Nabi Muhammad SAW, telah mencanangkan program pendidikan seumur
hidup ( long life education ). Dari uraian diatas, terlihat bahwa
Islam sebagai agama yang ajaran-ajarannya bersumber pada al- Qur’an dan al
Hadist sejak awal telah menancapkan revolusi di bidang pendidikan dan
pengajaran. Langkah yang ditempuh al Qur’an ini ternyata amat strategis dalam
upaya mengangkat martabat kehidupan manusia. Kini di akui dengan jelas bahwa
pendidikan merupakan jembatan yang menyeberangkan orang dari keterbelakangan
menuju kemajuan, dan dari kehinaan menuju kemuliaan, serta dari ketertindasan
menjadi merdeka, dan seterusnya.
Dasar
Pendidikan Islam terutama adalah Al Qur’an dan al Hadist
Firman Allah
:
“ Dan demikian kami wahyukan kepadamu wahyu
(al Qur’an) dengan perintah kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah
iman itu, tetapi kami menjadikan al Qur’an itu cahaya yang kami kehendaki
diantara hamba-hamba kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benarbenar memberi
petunjuk kepada jalan yang benar (QS.Asy-Syura: 52)”
Dan Hadis dari Nabi SAW :
“ Sesungguhnya orang mu’min
yang paling dicintai oleh Allah ialah orang yang senantiasa tegak taat
kepada-Nya dan memberikan nasihat kepada hamba-Nya, sempurna akal pikirannya,
serta mengamalkan ajaran-Nya selama hayatnya, maka beruntung dan memperoleh
kemenangan ia” (al Ghazali, Ihya Ulumuddin hal. 90)”
Dari ayat dan hadis di atas tadi dapat diambil kesimpulan :
a.
Bahwa al Qur’an diturunkan
kepada umat manusia untuk memberi petunjuk kearah jalan hidup yang lurus dalam
arti memberi bimbingan dan petunjuk kearah jalan yang diridloi Allah SWT.
b.
Menurut Hadist Nabi, bahwa
diantara sifat orang mukmin ialah saling menasihati untuk mengamalkan ajaran
Allah, yang dapat diformulasikan sebagai usaha atau dalam bentuk pendidikan
Islam.
c.
Al
Qur’an dan Hadist tersebut menerangkan bahwa nabi adalah benar-benar pemberi
petunjuk kepada jalan yang lurus, sehingga beliau memerintahkan kepada umatnya
agar saling memberi petunjuk, memberikan bimbingan, penyuluhan, dan pendidikan
Islam.
Prof.
Mohammad Athiyah abrosyi dalam
kajiannya tentang pendidikan Islam telah menyimpulkan 5 tujuan yang asasi bagi
pendidikan Islam yang diuraikan dalam “ At Tarbiyah Al Islamiyah Wa Falsafatuha
“ yaitu :
a. Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia.
Islam menetapkan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam.
b.
Persiapan
untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan Islam tidak hanya
menaruh perhatian pada segi keagamaan saja dan tidak hanya dari segi keduniaan
saja, tetapi dia menaruh perhatian kepada keduanya sekaligus.
c.
Menumbuhkan
ruh ilmiah pada pelajaran dan memuaskan untuk mengetahui dan memungkinkan ia
mengkaji ilmu bukan sekedar sebagai ilmu. Dan juga agar menumbuhkan minat pada
sains, sastra, kesenian, dalam berbagai jenisnya.
d.
Menyiapkan
pelajar dari segi profesional, teknis, dan perusahaan supaya ia dapat mengusai
profesi tertentu, teknis tertentu dan perusahaan tertentu, supaya dapat ia
mencari rezeki dalam hidup dengan mulia di samping memelihara dari segi
kerohanian dan keagamaan.
e.
Persiapan
untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan. Pendidikan Islam
tidaklah semuanya bersifat agama atau akhlak, atau sprituil semata-mata, tetapi
menaruh perhatian pada segi-segi kemanfaatan pada tujuan-tujuan, kurikulum, dan
aktivitasnya. Tidak lah tercapai kesempurnaan manusia tanpa memadukan antara
agama dan ilmu pengetahuan.
C.
METODE MEMPELAJARI FILSAFAT PENDIDIKAN
1. Metode memahami Filsafat Pendidikan
Islam
Pada garis besarnya ada dua metode pokok dalam
mempelajari Filsafat Pendidikan Islam, yaitu :
a. Pendekatan
terhadap wahyu
Metode
ini bertitik tolak dari keyakinan terhadap kebenaran wahyu dengan maksud untuk
mencari pemahaman terhadap kebenaran mutlak yang
terkandung dalam wahyu tersebut, yang menggunakan ayat-ayat Tuhan sebagai
premis, baik sumber al-Qur'an maupun sunnah rasul. Kebenaran itu sendiri
dicari dalam batas-batas kemampuan akal manusia, dengan cara merenungkan,
menggali, menafsirkan, memperbandingkan, menghubungkan serta mentakwilkan
informasi yang terkandung dalam wahyu. Dari kajian itu kemudian dapat konsep
pemikiran dasar tentang konsep pendidikan
Islam walaupun tidak mencapai tingkat kebenaran mutlak wahyu.
b. Metode
histori-kritis
Yaitu
memahami hakikat pendidikan Islam melalui proses sejarah Islam yang dilalui
umat Islam dari sejak lahir, sekarang, dan yang akandatang. Metode ini dibagi
dua, yaitu:
1) Metode
histori rasional murni, yaitu melalui pemahaman sejarah pemikiran ulama-ulama
muslim dan interpretasi-interpretasi nahs secara utuh menurut konsep Islam.
2) Metode
histori rasional, yaitu melalui pemahaman ulama-ulama muslim dengan
dikomprasikan dan direlevansikan dengan pendidikan lain dalam menjawab berbagai
problema pendidikan.
2.
Metode
filsafat pendidikan Islam
Dalam memecahkan problema pendidikan Islam
dapat menggunakan metode antara lain :
a. Metode
Spekulatif dan Komtemplatif
Menurut
Runes yang dikutip oleh Moh. Noor Syam, perenungan
dalam epistimology modern adalah pengetahuan dari objek yang berlawanan
dengan menikmati, melainkan sebagai kesadaran jiwa kearah kesadaran sendiri. Menurut Moh. Noor Syam sendiri, merenung adalah
suatu carayang sesuai dengan watak filsafat, yaitu memikirkan segala
sesuatunya sedalam-dalamnya, tanpa keharusan
adanya kontak langsung dengan objeknya. Prosesnya berlangsung lama,
dalam keadaan tenang dan hening sungguh-sungguh,
dalam kesendirian atau kapan dan dimanapun.Objeknya bisa apa saja. Sedangkan spekulatif yang juga berarti perenungan
atau merenung yaitu melakukan perenungan terhadap segala objek filsafat yang
tak terbatas, yang tujuannya untuk mengetahui segala sesuatu secara lebih mendalam dengan pikiran kritis piker murni,
cenderung menganalisa, menghubungkan antar masalah
berulang-ulang secara mantap.Metode spekulatif dan kontemplatif dalam sistem
filsafat Islam disebut tafakkur dan
merupakan metode utama dalam setiap cabang
filsafat. Keduanya adalah berpikir secara mendalam dalam situasi yang tenang, sunyi, untuk mendapatkan kebenaran
tentang hakekat sesuatu yang dipikirkan, yang berkaitan dengan masalah-masalah yang abstrak seperti hakikat hidup
menurut Islam,hakikat iman, dan sebagainya.
b. Metode atau Pendekatan Normatif
Norma
artinya nilai juga berarti aturan atau hokum-hukum. Norma menunjukkan keteraturan suatu sistem, baik buruk,
berguna dan tidak bergunanya sesuatu dan menunjukkan arah geraknya
sesuatu aktivitas. Dalam filsafat Islam, disebut pendekatan syar’iyah, dimaksudkan
adalah mencari dan menetapkan aturan-aturan dalam kehidupan nyata tentang
apayang boleh dan tidak boleh menurut syari’at Islam. Obyeknya berkaitan dengan
tingkah laku dan amal perbuatan.
c. Metode
Analisa Konsep dan Analisa Bahasa
Konsep
berarti ungkapan atau pengertian seseorang terhadap suatu obyek, kata-kata, kalimat dan bahasa pada
hakikatnya merupakankumpulan pengertian-pengertian dari konsep-konsep.
Pengertian seseorangterhadap suatu obyek yang dirumuskan dalam bentuk definisi
yang selalumenggunakan bahasa atau kalimat
tertentu untuk mengungkapkan pengertian tersebut. Oleh karena itu
pendekatan inidimaksudkan sebagai usaha memahami konsep-konsep filosofis dalam ajaran
Islam tentang hidup dan kehidupan manusia, seperti iman, ihsan,dan seterusnya.
Kedua metode ini menurut Arifin dipandang oleh
hampir semua ahli filsafat sebagai fungsi pokok yang syah darifilsafat.
Karena filsafat itu sendiri dipandang sebagai analisa logis dari bahasa dan penjelasan tentang arti kata dan
konsep. Maka metode pengungkapan permasalahannya pun menggunakan analisa bahasa dananalisa konsep. Kedua metode analisa ini
tidak dapat dipisahkan karenamerupakan hakikat dari
analisa filosofis. Analisa bahasa digunakan untuk mengetahui
arti sesungguhnya dari sesuatu. Sedangkan analisa konsepadalah analisa kata-kata yang dianggap kunci pokok yang mewakiligagasan dan konsep.
d. Pendekatan Historis
Yaitu
mengambil pelajaran dari peristiwa dan kejadian masa lalu.Dalam sistem
pemikiran filsafat, pengulangan sejarah (sistem sejarah) yang sesungguhnya tidak mungkin terjadi, sedang
dalam pandangan kesejarahan suatu kejadian atau peristiwa yang terjadi
karena hubungan sebab akibat dan terjadi
dalam setting, situasi dan waktunya sendiri-sendiri. Peristiwa sejarah berguna
untuk memberikan petunjuk dalammembina masa depan, termasuk memberikan banyak
manfaat untuk pendidikan. Banyak
ayat-ayat al-Quran yang menganjurkan untuk mengambil pelajaran dari
sejarah.
e. Metode Deduktif
Yaitu
melakukan pemikiran yang dimulai dari realita yang bersifatumum, guna mendapat kesimpulan
tertentu yang khusus. Filsafat selalumen-chek
dan re-chek atas kesimpulan-kesimpulannya. Hal ini tidak berarti
filsafat tidak mempergunakan mempergunakan metode induktif.Dalam batas tertentu, filsafat menggunakan metode
ilmiah, termasuk induktif. Hal itu merupakan pelengkap bagi
kesimpulan-kesimpulanfilsafat, untuk mendapatkan kebenaran yang valid,
melalui checking re-checking dan cross checgking.
f. Pendekatan
Ilmiah terhadap Masalah Aktual
Pada
hakikatnya pendekatan ini merupakan pengembangan dan penyempurnaan dari pola
pikir rasional empiris dan eksperimental yangtelah
berkembang pada masa jayanya filsafat dalam Islam. Problema pokok
filsafat pendidikan Islam masa sekarang adalah pendidikan, yang pada hakikatnya
adalah usaha untuk mengubah dan mengarahkan keadaan atau nasib. Dengan
menggunakan metode-metode ilmiah, dapat
dideskripsikan dan kemudian dipahami permasalahan-permasalahan yang
hidup dan berkembang dalam masyarakat dan dalam proses pendidikan serta aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan
pendidikan.
g. Metode
Analisis-Sintetis
Yaitu suatu metode yang berdasarkan pendekatan rasional
danlogis terhadap sasaran pemikiran secara induktif dan deduktif secaraanalisa
ilmiah. Sistem berpikir induktif dan deduktif merupakan metode berpikir
rasional dan logis yang belum analisis sintetis. Oleh karena itu,dalam
menemukan hakikat problematika kependidikan pada khususnya,diperlukan analisa
dan sintesa yaitu mengurai sasaran pemikiran filosofis sampai unsur-unsur sekecil-kecilnya kemudian memadukan(mensenyawakan)
kembali unsur-unsur sebagai sebuah kesimpulan hasil studi.
h. Pendekatan
yang Sifatanya Komprehensif dan Terpadu
Yaitu antara sumber naqli, aqli dan imani, yang pernah
pula
berkembang sistem filsafat Islam. Sebagaimana yang dikembangkan al-Ghazali bahwa untuk mencapai kebenaran yang
benar-benar diyakiniharus melalui perjalanan yang merasakan. Pendekatan
ini lebih mendekati pola berpikir yang empirik dan intuitif.
D.
PERKEMBANGAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM DAN
TOKOH-TOKOHNYA
1.
Periode Awal Perkembangan Islam
Periode ini meliputi masa kehidupan nabi Muhammad SAW. Dan masa
pemerintahan Khulafa’ al-Rasyidin. Periode awal perkembangan Islam ini
dibedakan dari periode berikutnya dengan pertimbangan bahwa selama masa
kekuasaan Nabi dan para penggantinya (khulafa’ al-Rasyidin), kekuasaan Islam
masih berpusat di wilayah Arab. Dan mengingat masa antara kehidupan Nabi SAW
dan masa penggantinya relatif hanya sekitar 29 tahun (Nabi wafat tahun 632 M
dan Ali RA. Wafat tahun 661 M).
Pemikiran
mengenai falsafat pendidikan pada periode awal ini merupakan perwujudan dari
kandungan ayat-ayat al-Quran dan hadits, yang keseluruhannya membentuk kerangka
umum ideologi Islam. Dengan kata lain, kata Hasan Langgulung, bahwa pemikiran
pendidikan Islam dilihat dari segi al-Quran dan hadits, tidaklah muncul sebagai
pemikiran yang terputus, terlepas hubungannya dengan masyarakat seperti tang
digambarkan oleh Islam. Pemikiran itu berada dalam kerangka paradigma umum bagi
masyarakat seperti yang dikehendaki oleh Islam. Dengan demikian pemikiran
mengenai pendidikan yang kita lihat dalam al-Quran dan hadits mendapatkan nilai
ilmiahnya.
2.
Periode Klasik
Periode
klasik mencakup rentang masa pasca pemerintahan khulafa al-Rasyidin hingga awal
masa imperialis barat. Rentang waktu tersebut meliputi awal kekuasaan Bani
Ummayah zaman keemasan Islam dan kemunduran kekuasaan Islam secara politis
hingga ke awal abad XIX.
Beberapa
karya ilmuan Muslim pada periode klasik yang karya-karyanya secara langsung
memuat pembahasan mengenai pendidikan yaitu:
a.
Ibn Qutaibah (213-276 H.)
Nama lengkap Ibn Qutaibah adalah Abu
Muhammad Abdullah Ibn Muslim Qutaibah al-Dainuri. Ia dilahirkan di Kufah tahun
213 H. Dan meninggal dalam usia 63 tahun (276 H.). Menurut Imam Sayuti, Ibn
Qutaibah dikenal sebagai seorang ilmuan dalam bahasa Arab dan sejarah. Selain
itu ia dikenal sebagai ilmuwan yang produktif. karya yang terkenal : al-Ma’ani
al-Kabirah, syakl al-Qur’an, Gharib al-Qur’an, Ta’wil Mukhtalaf al-Hadits,
Fadhl al-Arab, al-Syi’r wa al-Syu’ara; al-Ma’arif, al-Radd ‘ala al Jahimmiyah
wa al-Musyibbihah, Imamah wa al-Siyasah, dan ‘Uyun al-Akhbar.
Pemikirannya menyangkut tentang masalah pendidikan bagi kaum wanita, ilmu yang
bermanfaat dan nilai-nilai bagi yang mengembangkannya.
b.
Abu Sa’id Sahnun dan
Muhammad Ibn Sahnun
Muhammad Ibn
Sahnun adalah pencetus pemikiran pendidikan yang lepas dari keterkaitannya
dengan sastra dan mashab-mashab pemikiran falsafat. Disini terlihat Ibn Sahnun
mulai menampak kepemikiran pendidikan sebagai cabang ilmu pengetahuan yang mandiri.
Buku karanganya mengenai pendidikan berjudul Adab al-Mu’allimin
merupakan pembahasan tentang pendidikan pertama kali yang dipisah dari hubungan
integralnya dengan ilmu-ilmu keislaman, seperti halnya hasil karya ilmuwan
muslim pendahulunya. Dengan demikian muhammad Ibn Sahnun dapat digolongkan
menjadi pencetus pemikiran kependidikan islam di zaman klasik.
c.
Ibn Masarrah (269-319)
Muhammad Ibn
Abdillah Ibn Masarrah al-Jabali adalah seorang Muslim Andalusia (spanyol). Ia
dilahirkan di Cordova pada tahun 269 H. (883 M), dan meninggal ditempat
perkampungan (komunitas Sufi atau Zawiyah) dekat Cordova tahun 319/931
M.
Dalam
pemikiran falsafatnya, Ibn masarrah juga menguraikan tentang sifat-sifat jiwa manusia. Ia berpendapat bahwa secara
individual, jiwa manusia merupakan pancaran dari jiwa universal (al-Nafs).
Keberadaan jiwa dalam tubuh manusia dikiaskannya sebagai terkungkung itu, manusia harus membersihkan dirinya
secara sepiritual, denga cara mendekatkan diri kepada Tuhan.
d.
Ibn Maskawaih (330-421 H.)
Abu ali Ibn
maskawaih dilahirkan di Ray tahun 330 H/940 M. Menurut pandanganya, manusia
adalah makhluk yang memiliki keistemewaan dari kenyataannya manusia memiliki
daya pikir. Berdasarkan daya pikir itu pula manusia dapat membedakan antara
yang benar dan yang salah, serta yang baik dan yang buruk. Dan manusia yang
paling sempurna kemanusiannya adalah mereka yang paling benar berfikirnya serta
yang paling mulia usaha dan perbuatannya.
e.
Ibn Sina (370-428 H.)
Abu Ali
al-Husein Ibn Abdullah Ibn Sina lahir di Bukhara tahun 370 H/980 M). Sebagi
ilmuwan Ibn sina telah berhasil mennyumbangkan buah pemikirannya dalam buku
karangannya yang berjumlah 276 buah. Diantara karya besarnya adalah al-Syifa’
berupa ensiklopodi tentang fisika, matematika, logika dan matematika. Kemudian
al-Qanun al-Tibb adalah sebuah ensiklopodi kedokteran.
f.
Al-Ghazali
(450/1058-505/1111 M.)
Abu Hamid Muhammad Ibn Muhammad al-Ghazali
dilahirkan di Thusia di daerah Khurasan (persia), tahun 450H/1058 M. Menurut
pandangan al-Ghazali, ilmu dapat dilihat dari kedua segi, yaitu ilmu sebagai
proses dan ilmu sebagai obyek. Dari segi pertama, al-Ghazali membagi ilmu
menjadi ilmu hissiyah, ilmu aqliyah dan ilmu ladunni. Ilmu
hissiyah diperoleh manusia melalui penginderaan (alat dria),sedangkan
ilmu aqliyah diperoleh melalui kegiatan berpikir (akal). Sedangkan ilmu ladunni
diperoleh langsung dari Allah, tanpa melalui proses penginderaan atau pemikiran
(nalar), melainkan melalui hati dalam bentuk ilham.
3.
Periode Modern
Merujuk kepada pembagian priodisasi
sejarah Islam yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Harun Nasution, bahwa periode
modern dimulai sejak tahun 1800 M. Menjelang periode modern ini, setelah Bani
Abbas dan Bani Ummayah secara politik dapat dilumpuhkan, kekuasaan islam masih
dapat dipertahankan. Tiga kerajaan besar yaitu Kerajaan Turki Utsmani (Eropa
Timur dan Asia-Afrika), Kerajaan Safawi (Persia) dan kerajaan Mughol (India)
masih memegang hegemoni kekuasaan Islam. Namun menjelang abad ke-17 dan awal
abad ke-18 kerajaan-kerajaan Islam tersebut, satu persatu dapat dikuasai
bangsa-bangsa Eropa (Barat).
Beberapa
pemikir pendidikan yang tersebar di sejumlah kekuasaan Islam tersebut sebagai
tokoh yang ada kaitannya dengan perkembangan filsafat pendidikan Islam pada periode
modern, seperti:
a. Rifa’at Badawi Rafi’ al-Thahthawi (1801-1873)
Al-Thahthawi seorang pemikir
pendidikan Mesir, yang dilahirkan dikota Thahtha (Mesir bagian selatan) tahun
1801. Adapun ide-ide dan pemikiran kependidikannya ia tulis dalam buku al-Mursyid
al-Amin Lil Banati wa al-Banin (pedoman bagi pendidikan putra dan putri).
Di dalam buku ini dapat dilihat tentang pemikiran Thahthawi. Ia menulis
ide-idenya mengenai pendidikan meliputi:
Pertama,
pembagian jenjang pendidikan atas tingkat permulaan, menengan dan pendidikan
tinggi sebagai pendidikan akhir. Kedua, pendidikan diperlukan, karena
pendidikan merupakan salah satu jalan untuk mencapai kesejahteraan. Ketiga, pendidikan
mesti dalaksanakan dan diperuntukkan bagi segala golongan. Makanya tidak ada
perbedaan antara pendidikan untuk anak
laki-laki dan anak perempuan. Pemikiran mengenai persamaan antara laki-laki dan
pendidikan anak perempuan ini dinilai sebagai mencontoh ide pemikiran Yunani.
b.
Muhammad Abduh (1849-1905)
Muhammad Abduh
dilahirkan tahun 1849 (1266 H.). tokoh ini yang memulai membongkar kejumudan
umat Islam dengan konsep rasionalitasnya, pemikirannya tentang pendidikan yang
disebarkan melalui majalah al-Manar dan al-‘Urwat al-Wusqa
menjadi rujukan bagi tokoh pembaharu di dunia Islam. Muhammad Rasyid Ridha
meneruskan gagasannya melalui majalah al-Manar dan Tafsir al-Manar,
Kasim Amin dengan bukunya Tahrir al-Mar’ah, Farid Wajdi dengan bukunya Dairat
al-Ma’arif, Syeikh Thanthawi Jauhari melalui karangannya al-Taj al-Marshuh
bi al-Jawahir al-Qur’an wa al-Ulum. Dan masih banyak lagi tokoh pembaharuan
dalam Islam yang mendasarkan pola pikirnya merujuk konsep pemikiran Muhammad
Abduh.
c.
Isma’il Raj’i al-Faruqi
(1921-1986)
Al-Faruqi
dilahirkan di Yaifa (Palestina) pada 1 Januari 1921. Sebagai ilmuwan, al-Faruqi
dikenal cukup produktif . Ia telah menulis sekitar 20 buku dan 100 artikel.
Melalui tulisan itu pula pemikiran al-Faruqi tersebar luas ke negara-nagara
Islam di seluruh dunia. Di antara buku-bukunya yang pentimg adalah Christian
Ethics, An Historical Atlas of
Religions of The World, Trialogue
of Abrahamic Faith, dan The Cultural Atlas of Islam. pandangannya bahwa umat Islam
sekarang berada dalam keadaan yang lemah, dan dualisme sistem pendidikan yang
melahirkan kejumudan dan taqlid buta. Oleh sebab itu pendidikan harus
dikembangkan ke arah yang lebih modern dan berorientasi ketauhidan.
E.
KONSEP FILOSOFI ISLAM TENTANG PENDIDIKAN
Islam
menganggap manusia awalnya berada dalam keadaan “fitrah” yakni keadaan
suci bersih terutama di segi keinsanan. Jadi tujuan pendidikan Islam ialah
untuk membantu manusia dalam melaksanakan kehidupannya sebagai khalifah
dan hamba Tuhan atau dengan arti lain manusia diberi amanat untuk mengembangkan
sifat Tuhan di muka bumi sehingga berjaya membentuk satu tamadun Ilahi yang
‘muqaddas’ yang berbeda daripada tamadun duniawi yang ‘profane’ yang ‘secular’
atau yang tidak diasaskan atas kehendak Tuhan. Tamadun yang membawa
manusia mengenali kebenaran dalam erti kata yang sebenarnya.
Dalam Filsafat Pendidikan Islam, mendidik anak didik
adalah merupakan amalan di dunia yang akan dipetik hasilnya di akhirat nanti.
Artinya pendidikan Islam menyiapkan generasi muda untuk mengisi peranan,
menuntut ilmu pengetahuan, dan memindahkan nilai-nilai yang diselaraskan dan
diwarnai Imam, Islam dan ihsan. tujuan inilah yang membedakan filsafat
pendidikan umum lainnya dengan filsafat pendidikan Islam.
Sebagaimana diketahui bahwa manusia adalah sebagai
khlaifah Allah di alam. Sebagai khalifah, manusia mendapat kauasa dan wewenang
untuk melaksanakan pendidikan terhadap dirinya sendiri, dan manusia pun
mempunyai potensi untuk melaksanakannya. Dengan demikian pendidikan merupakan
urusan hidup dan kehidupan manusia, dan
merupakan tanggungjawab manusia sendiri.
Untuk dapat mendidik diri sendiri, pertama-tama
manusia harus memahami dirinya sendiri. Apa hakikat manusia, bagaimana hidup
dan kehidupannya. Apa tujuan hidupnya dan apa pula tugas hidupnya. Problema
berikutnya bahwa manusia berhadapan dengan alam dan lingkungannya, dan manusia
harus pula memahaminya. Bagaimana hubungannnya dengan alam dan lingkkungan.
Manusia hidup dalam masyarakatnya, dimana ia harus menyesuaikan diri
didalamnya. Manusia hidup bersama dengan hasil cipta rasa dan karsanya. Manusia
hidup bersama keyakinan dan kepercayaannya, dengan pengalaman pengetahuan
diperolehnya dalam proses hiudpnya. Sementara itu dari masa-ke masa nampak
bahwa alam dan lingkungannya berubah, berkembang, pengetahuan dan kebudayaannya
pun berkembang, sehingga nilai-nilai pun berubah pula. Dan tanpa dilihat dengan
nyata, ternyata kualitas hidup dan kehidupannya pun berangsur-angsur berubah
menuju pada kesempurnaann.