WELCOME

selamat datang wahai para pencari tuhan, kami akan membantu anda memasuki dunia yang penuh warna...

Selasa, 17 Mei 2011

Desentralisasi Dalam Manajement Pendidikan

A. Pendahuluan
Bila otonomi daerah menunjuk pada hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat, maka hal tersebut hanya mungkin jika Pemerintah Pusat mendesentralisasikan atau menyerahkan wewenang pemerintahan kepada daerah otonom. Inilah yang disebut dengan desentralisasi. Mengenai asas desentralisasi, ada banyak definisi. Secara etimologis, istilah tersebut berasal dari bahasa Latin “de”, artinya lepas dan “centrum”, yang berarti pusat, sehingga bisa diartikan melepaskan dari pusat. Sementara, dalam Undang-undang No. 32 tahun 2004, bab I, pasal 1 disebutkan bahwa:

“ Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan RI”.
Istilah desentralisasi muncul dalam paket UU tentang otonomi daerah yang pelaksanaannya dilatarbelakangi oleh keinginan segenap lapisan masyarakat untuk melakukan reformasi dalam semua bidang pemerintahan. Menurut Bray dan Fiske (Depdiknas, 2001:3) desentralisasi pendidikan adalah suatu proses di mana suatu lembaga yang lebih rendah kedudukannya menerima pelimpahan kewenangan untuk melaksanakan segala tugas pelaksanaan pendidikan, termasuk pemanfaatan segala fasilitas yang ada serta penyusunan kebijakan dan pembiayaan.
Sementara itu, menurut Fakry Gaffar desentralisasi pendidikan merupakan sistem manajemen untuk mewujudkan pembangunan pendidikan yang menekankan pada keberagaman, dan sekaligus sebagai pelimpahan wewenang dan kekuasaan dalam pembuatan keputusan untuk memecahkan berbagai problematika sebagai akibat ketidaksamaan geografis dan budaya, baik menyangkut substansi nasional, internasional atau universal sekalipun.
Desentralisasi pendidikan atau otonomi pendidikan merupakan salah satu model pengelolaan pendidikan dengan memberikan suatu pendelegasian kewenangan tertentu di tingkat sekolah untuk membuat keputusan-keputusan yang bekenaan dengan upaya untuk memperbaiki kualitas pendidikan serta sumber daya manusia termasuk profesionalitas guru.

Desentralisasi dalam manajemen pendidikan memberikan kesempatan untuk mengembangkan system pendidikan yang lebih sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah. Pada masa lalu, manajemen pendidikan dilaksanakan secara sentralistik atau terpusat dan wewenang pemerintah daerah dan sekolah sangat terbatas. Penyerahan lebih banyak tanggung jawab sumber daya sekolah memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhannya sendiri. Hal yang sama akan memotivasi daerah dan masyarakat untuk mengembangkan hal-hal yang dulu dianggap bukan urusan mereka.
B. Desentralisasi Dalam Manajemen Pendidikan
Konsep desentralisasi dan sentralisasi mengacu pada sejauh mana wewenang telah dilimpahkan, wewenang dari satu tingkatan manajemen kepada tingkatan manajemen berikutnya yang berada di bawahnya, atau tetap ditahan pada tingkat puncak (sentralisasi). Manfaat desentralisasi sama dengan manfaat delegasi yaitu melepaskan beban manajemen puncak, penyempurnaan pengambilan keputusan, latihan, semangat kerja, dan inisiatif yang lebih baik pada tingkatan yang lebih rendah.
Manfaat-manfaat itu begitu menarik sehingga mengganggu kita untuk berfikir desentralisasi sebagai hal yang baik dan sentralisasi sebagai hal yang kurang baik. Namun demikian desentralisasi menyeluruh, tanpa koordinasi dan integrasi/ pemadua yang efisien, tanpa pengendalian tetap bukan hal yang diharapkan. Oleh karena itu, persoalannya bukan suatu organisasi harus melakukan desentralisasi, tetapi sejauh mana harus didesentralisasikan. Kita ambil contoh kasus manajemen pendidikan dasar. Berdasarkan PP No. 28 Tahun 1990 manajemen dasar cenderung ke arah sentralistik. Dapat dimengerti karena PP tersebut keluar dari UUSPN No. 2 Tahun 1989. Suatu system tentunya harus efektif, secara teknis harus efisien agar lulusan bermutu tinggi. Akan tetapi, pada pihak lain pembangunan harus dikembangkan dari asas otonomi, yang mendorong prakarsa, kreatifitas yang tumbuh dari bawah, dan sarana untuk mencapai itu adalah pendekatan desentralisasi.
Pertanyaan yang timbul, mengapa penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan dasar bersifat sentralistik. Dan di beberapa Negara pembiayaan pendidikan dasar secara langsung sepenuhnya tanggung jawab pemerintah pusat dan dibebaskan beban biaya orang tua. Hal ini didasarkan atas pemikiran bahwa pendidikan dasar merupakan kebutuhan dasar manusia. Sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945 Pasal 31, bahwa bidang-bidang kehidupan yang berkenaan dengan hajat hidup orang banyak ialah kebutuhan dasar. Oleh karena itu, penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan dasar merupakan legitimasi pemerintah. Desentralisasi manajemen pendidikan dasar dapat diartikan pengurangan legitimasi pemerintah pusat meskipun tidak seharusnya demikian.
Menurut Mitzberg, desentralisasi dapat dibedakan menjadi desentralisasi vertical dan desentralisasi horizontal. Desentralisasi vertical adalah pembagian wewenang formal berdasarkan garis komando (dari atas ke bawah). Sedangkan desentralisasi horizontal memerlukan wewenang bertindak secara tidak hierarki melainkan bergantung pada keahlian (wewenang fungsional).
Dalam pemikiran desentralisasi dan sentralisasi manajemen pendidikan dasar, HAR. Tilaar berpendapat ada tujuh unsur yang merupakan poros-poros penentu perumusan strategi manajemen. Ketujuh unsur itu adalah : Pertama, wawasan nusantara dalam wadah Negara kesatuan. Kedua, asas demokrasi sebagai sendi kehidupan berbangsa dan bermasyarakat. Ketiga, pengembangan kurikulum yang mengacu kepada pembangunan nasional dan persyaratan teknis pendidikan. Keempat, proses belajar mengajar. Kelima, efisiensi dari system pendidikan. Keenam, pembiayaan pendidikan. Ketujuh, ketenagaan kependidikan, termasuk tenaga pengelola, guru, pustakawan, teknisi sumber belajar, laporan, pengawas, peneliti dan pengembang, serta penguji.
Untuk lebih jelasnya kita analisis masing-masing aspek itu dengan mengkaji keunggulan dan kelemahannya.
1. Wawasan Nusantara
Sentralisasi:
a. Memerkuat rangsa kebangsaan dan meningkatkan kohesi nasional
b. Memperkuat wibawa pemerintahan nasional
Desentralisasi;
a. Dapat memperlemah persatuan dan persatuan nasional
b. Dapat mengarah kepada raasa kedaerah yang empit
c. Dapat mengurangi wibawa pemerintah secara nasional
d. Sebaliknya dapat mengurangi konflik antara pusat dan daerah (konflik menejemen).
2. Demokrasi
Sentralisasi:
a. Memperlambat proses demokrasi
b. Organisasi kuat, tetapi kaku
c. Kurang partisipasi atau pasif, kurang nisiatif
d. Cenderung kearah penyama rataaan
Desentralisai:
a. Proses demokrasi berjalan secara partisipasi nyata
b. Memerlukan organisasi yang fleksibel dan merata diseluruh daerah
c. Memupuk kemandirian
3. Kurikulum
Sentralisasi:
a. Mudah dicapai consensus
b. Sulit diadaptasi pada kebutuhan lingkungan
c. Memelihara budaya nasional
d. Sangat membantu dalam perluassan kesempatan belajar dan muda mengadakan inovasai
Desentralisasi:
a. Sulit dicapai konsesus dalam merumuskan tujuan pendidikan karena keragaman kebutuhan
b. Dapat beradap tasi kepada tuntutan lingkunagn social, budaya masyarakat
c. Relative sulit mengadakan eksperimen yang berwawassn nasional.
4. Proses belajar mengajar
Sentralisasi:
a. Kecendrungan intelektualistik
b. Belajar abstrak, tampa pengalaman lingkungan
c. Evaluasi sebagia alat standarisasi,dan media legitimasi pusat
Desentralisasi:
a. Sangat kondusif untuk PBM
b. Sulit menerapkan setandar nassional ketidak samaan mutu sangat nyata
c. Dipihak lainpengawasan lebih efektif
5. Evisiensi
Sentralisasi:
a. Condong bersifat makro sehingga menyebabkan kesenjanagan dalam kebutuhan tenaga terampil
b. Cenderung meningkatkan tinggal kelas yang mengakibatkan pemborosan
Desentralisasi :
a. Antara penawaran dan permintaan tenaga kerja relative ada kesesuaian
b. Cenderung mengurangi tinggal kelas karena kurikulum yang relevan
c. Sangat evesien dalam menggunakan sumbr-sumber
6. Pembiayaan
Sentralisasi :
a. Sulit menjaring dan memadukan sumber-sumber daya pendidikan dalam masyarakat
Desentralisasi :
a. Dapat memobilisasi sumberdaya kependidikan, asal disertai partisipasi masyarakat dalam pengelolaannya
7. ketenagaan
Sentralisasi :
a. Ketenagaan disediakan pusat, sehingga kemungkinan ada kesulitan dalam penyebarannya serta penempatannya. Akhirnya dapat mengakibatkan pemborosan
Desentralisasi :
a. Relative dapat dilakukan penyesuaian dengan kebutuhan nyata, termasuk untuk daerah terpencil.

C. Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa di dalam mencari jalan terbaik untuk mencapai tujuan pendidikan yang semakin bermutu, relevan, efektif, dan efisien, diperlukan pendekatan yang desentralisasi. Ini berpijak pada kebijakan pembangunan nasional, yaitu lebih mendekatkan pembangunan kepada rakyat. Berkaitan dengan itu telah lahir peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang dititikberatkan pada daerah tingkat II. Namun demikian, tentunya khusus dalam manajemen pendidikan, perlu dipertimbangkan kondisi daerah yang dapat didesentralisasi penuh dan ada yang perlu dipersiapkan lebih.
Maka persiapan itu memerlukan program dan penjadwalan terutama dalam kaitannya dengan PP No. 28/89. Implementasi desentralisasi dalam manajemen pendidikan dikaitkan dengan perubahan sikap dan perkembangan pendidikan kearah yang semakin tinggi di antara para pemimpin pendidikan. Walaupun demikian, tidak mudah untuk melakukan desentralisasi, karena banyak kendala. Untuk itu perlu upaya terutama dari pimpinan dalam menspesifikasi tanggung jawab, memotivasi, melatih dan membuat system pengendalian yang efektif.

DAFTAR PUSTAKA

Fatah, Nanang, Landasan Manajemen Pendidikan, ( Bandung : Remaja Rosdakarya, 2006) cet VIII
Tilaar, H.A.R, Manajemen Pendidikan Nasional (Bandung : Rosdakarya Cipta, 2004)
http://arfin-muhammad.blogspot.com diakses tanggal 10/05/2011