WELCOME

selamat datang wahai para pencari tuhan, kami akan membantu anda memasuki dunia yang penuh warna...

Selasa, 28 Juni 2011

peradaban islam di mesir

BAB I
PENDAHULUAN

Mesir sebagai kota yang berperadaban tinggi sudah dikenal sebelum Islam lahir, tetapnya ketika Nabi Musa As diutus kepada kaum mesir (bangsa Qibti), setelah Islam lahir mesir menjadi salah satu kota yang sudah berada dibawah pemerintahan Islam pada masa Khalifah Umar bin Khattab, hingga akhirnya Mesir dikenal sebagai kota peradaban Islam.
Namun sebelumnya, ada beberapa dinasti yang memberi sumbangsih besar dalam memajukan mesir menjadi kota yang berperadaban tinggi hingga disegani oleh kerajaan-kerajaan/dinasti-dinasti lain pada waktu itu. Dinasti-dinasti tersebut antara lain dinasti Fathimiyah yang mengklaim sebagai keturunan garis lurus dari pasangan Ali bin Abi Thalib, dinasti Ayyubiyah yang masih ada hubungannya dengan Abbasiyah serta dinasti Mamluk yang berketurunan hamba sahaya.
Ketiga dinasti diatas telah menjadikan Mesir menjadi kota berperadaban Islami melalui banyak pembangunan yang dilakukan oleh ketiga dinasti tersebut antara lain pembangunan dibidang keilmuan, pembangunan dibidang pemerintahan, pembangunan dibidang ekonomi serta dibidang arsitektur. Untuk lebih jelasnya kami uraikan dalam pemabahasan berikut ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Daulah Fathimiyyah
Wilayah kekuasaan Daulah Fathimiyyah meliputi Afrika Utara, Mesir, dan Suriah. Berdirinya Daulah fathimiyyah ini dilatarbelakangi oleh melemahnya Dinasti Abbasiyah. Ubaidillah Al-Mahdi mendirikan Daulah fathimiyyah yang lepas dari kekuasaan Abbasiyah. Daulah ini mengalami puncak kejayaannya pada masa Al-Aziz. Peradaban Islam berkembang pesat pada masa Daulah fathimiyyah yang ditandai dengan berdirinya Masjid Al-Azhar. Masjid ini berfungsi sebagai pusat pengkajian Islam dan Ilmu pengetahuan .
Daulah Fathimiyyah berdiri pada tahun 909 M di Tunisia . Khalifah-khalifah Daulah Fathimiyyah secara keseluruhan ada 14 orang , tetapi yang berperan adalah sebagai berikut:
1. Ubaidillah Al-Mahdi (909-934 M)
2. Al-Qa’im (934-949 M)
3. Mansur (945 M)
4. Mu’iz Lidinillah (965-975 M)
5. Al-Aziz (975-996 M)
6. Al-Hakim (996-1021 M)
7. Az-zahir (1021-1036 M)
8. Mustansir (1036-1095 M)
Periode Daulah Fathimiyyah menandai era baru sejarah bangsa Mesir, sebagian khalifah Daulah ini adalah seorang pejuang dan penguasa besar yang berhasil menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran di Mesir. Daulah Fathimiyyah mempunyai tugas utama yaitu:
1. Mendirikan Kairo sebagai Ibukota baru pada tanggal 17 Sya’ban 358 H/969 M oleh Panglima perang Daulah Fathimiyyah bernama Jauhar Sicily atas perintah khalifah Al-Muiz.
2. Membina suatu Universitas islam yaitu Al-Azhar.
3. Menyebarluaskan Ideologi fathimiyyah, yaitu Syi’ah ke Palestina, Syiria dan Hijaz.
Peradaban pada masa daulah Fathimiyyah meliputi bidang administrasi, kondisi sosial dan kemajuan ilmu pengetahuan dan kesusastraan. Pada bidang administrasi daulah Fathimiyyah secara gatris besar tidak berbeda dengan administrasi Daulah Abbasiyyah sekalipun pada masa ini muncul beberapa jabatan yang berbeda. Khalifah menjabat sebagai kepala negara baik dalam urusan keduniaan maupun spiritual. Kementerian negara terbagi menjadi 2 kelompok, pertama para ahli pedang dan yang kedua para ahli pena. Kelompok pertama menduduki urusan militer, keamanan serta pengawal pribadi khalifah. Sedangkan kelompok kedua menduduki beberapa jabatan diantaranya hakim, pejabat pendidikan sekaligus sebagai pengelola lembaga ilmu pengetahuan (Darul Hikmah), Inspektur pasar yang bertugas menertibkan pasar dan jalan, pejabat keuangan yang menangani segala urusan keuangan negara, regu pembantu istana, petugas pembaca Al-Qur’an dan pegawai negeri yaitu petugas penjaga dan juru tulis berbagai departemen.
Kemudian pada kondisi sosial mayoritas khalifah Fathimiyyah bersikap moderat dan penuh perhatian terhadap urusan agama, muslim (madzhab Syi’ah dan Sunni) maupun non muslim. Selama ini pemeluk Kristen di Mesir diperlakukan secara bijaksana, hanya khalifah Al-Hakimlah yang bersifat agak keras terhadap mereka . Pada masa Daulah fathimiyyah Mesir mengalami kemakmuran, perdagangan juga berkembang ke segala arah, ke India, ke Italia dan Laut tengah barat dan kadang-kadang ke Byzantium. Kota Kairo menjadi kota Internasional yang berkembang produksi-produksinya. Kemakmuran penduduknya juga merangsang timbulnya pemikiran dari seluruh dunia Islam karena semangat intelektualnya dan semangat toleransinya.
Lalu pada bidang Ilmu pengetahuan dan kesusastraan daulah Fathimiyyah memiliki perhatian yang begitu besar. Diantara para khalifah Fathimiyyah adalah tokoh pendidikan dan orang yang berperadaban tinggi. Al-Aziz termasuk seorang khalifah yang mahir dalam bidang sya’ir dan mencintai kegiatan pengajaran. Ia telah mengubah masjid agung Al-Azhar menjadi sebuah lembaga pendidikan tinggi yaitu Universitas besar yang sampai sekarang masih berdiri dengan megahnya . Pada masa pemerintahan Al-Hakim telah berdiri Darul Hikmah yang berfungsi sebagai akademi yang sejajar dengan lembaga di cordova dan Baghdad. Dilengkapi dengan perpustakaan yang bernama Darul Ulum yang diisi bermacam-macam buku tentang bermacam-macam Ilmu. Lahir sarjana-sarjana dalam bermacam-macam ilmu diantaranya yang terkenal adalah Ibnu Haitsam yang di Barat disebut dengan Alhazen. Bukunya kitab Al-Manazhir mengenai ilmu cahaya diterjemahkan ke dalam bahasa latin di masa Gerard of Cremona dan disiarkan tahun 1572 M. Di masa khalifah Mustansir pengembangan ilmu makin semarak dengan perpustakaan negara yang dipenuhi dengan 200.000 buah buku .

B. Daulah Ayyubiyyah
Pendiri dinasti ini Shalahuddin lahir di Takriet 532 H/1137 M, meninggal 589 H/1193 M, dimasyhurkan oleh bangsa Eropa dengan nama “Saladin” pahlawan perang salib, dari keluarga Ayyubiyah suku Kurdi.
Pusat pemerintahan Dinasti Ayyubiyah adalah kairo, Mesir. Wilayah kekuasaannya meliputi kawasan Mesir, Suriah, dan Yaman. Shalahuddin menjadi penguasa sebagai pendiri dinasti Ayyubiyah setelah menaklukkan khalifah terakhir dinasti Fathimiyah, al-Adid. Shalahuddin berhasil menaklukkan daerah Islam lainnya dan pasukan salib. Shalahuddin adalah tokoh dan pahlawan perang salib. Selain dikenal sebagai panglima perang, Ia juga mendorong kemajuan di bidang agama dan pendidikan. Berakhirnya masa pemerintahan Ayyubiyah ditandai dengan meninggalnya Malik Al-Asyraf Muzafaruddin, sultan terakhir dan berkuasanya dinasti mamluk. Dinasti ini berkuasa selama 90 tahun, mempunyai sepuluh sultan :
1. Shalahuddin Yusuf (1174-1193 M)
2. Al-Aziz bin Shalahuddin (1193-1198 M)
3. Manshur bin al-Aziz (1199-1218 M)
4. Al –Kamil I (1218-1238 M)
5. Al-Adil II (1238-1240 M)
6. Sholeh Najmuddin (1240-1249 M)
7. Muazzham Taurab bin Sholeh (1249-1249 M)
8. Syajarat al-Durr istri Malik Sholeh (1249-1249 M)
9. Asyraf bin Yusuf (1249-1250 M)
Shalahudin mempunyai dua tugas utama, sebagai seorang negarawan yang berhasil mendirikan dinasti Ayyubiyah dan seorang panglima perang. Tugas pertama beliau banyak mengadakan pembangunan di seluruh Negara dan tugas kedua, membangun persatuan bangsa Arab di bawah naungan Abbasiyah di Baghdad untuk menhadapi agresi tentara Salib, membangun benteng pertahanan militer dibukit Muqattam. Pada tahun 583 H/1187 M beliau memenangi peperangan dengan gemilang di Hittin, dari Teberias menuju Palestina dan merebut kota itu dari kekuasaan tentara salib.
Shalahuddin tetap mempertahankan lembaga-lembaga ilmiah yang didirikan oleh dinasti Fathimiyah tetapi mengubah orientasi keagamaannya dari Syi’ah kepada Sunni. Ia juga mendirikan lembaga-lembaga baru, terutama masjid yang dilengkapi dengan tempat belajar teologi dan hokum. Karya-karya ilmiah yang muncul pada masanya dan sesudahnya adalah kamus biografi, compendium sejarah, manual hokum, dan komentar-komentar teologi. Ilmu kedokteran diajarkan di rumah-rumah sakit. Prestasinya yang lain adalah didirikannya sebuah rumah sakit bagi orang yang cacat pikiran.
Banyak tokoh-tokoh yang sangat mahir dibidangnya pada masa dinasti Ayyubiyah salah satunya, Musa bin Maimoon atau Maimoonides, seorang yahudi yang menjadi bintang dalam bidang ilmu pengetahuan. Dan masyhur di kalangan tabib dan ahli filsafat dari seluruh zaman Arab. Ia dilahirkan di cordova pada tahun 1135 tetapi keluarganya meninggalkan negeri itu sebelum jatuh ke tangan Kristen dan tinggal di Kairo pada tahun 1165. Di Kairo ia menjadi dokter pribadi sultan Shalahuddin pemimpin Islam itu dan anaknya. Dalam kedokteran ia mengarang buku Aphorisme, dan dalam bidang filsafat ia mengarang buku yang berjudul Dalalah al-Haizin (sebuah pedoman bagi orang yang ragu).
Ilmuan lain yang lahir pada masa ini adalah Abdul Latief yang tinggal di Baghdad sebagai dokter ahli tulang, Ibn al-Bayyar sebagai dokter hewan sangat terkenal dengan buku karangannya aqrabaddin (paling dekat dengan agama) yang dirubah oleh orang Eropa ke bahasa latin menjadi Grafhidion yang berarti buku kecil.
Buku ramuan obat Islam yang terkenal di Eropa “ Management of the drug store” (mengatur resep dokter) dikarang oleh Kahin al-Attar pada tahun 1400 M, ada lagi buku yang berjudul “Memorial” karangan Daud al-Intaki di Kairo. Juga Muhammad al Damiry seorang dokter hewan yang mengarang buku “ Hayat al Hayawan”.

C. Daulah Mamluk
Mamluk adalah kata jama’ yang berarti budak. Dinasti ini didirikan oleh para budak yang ditawan oleh dinasti Ayyubiyah yang dididik dan dilatih kemiliteran. Mereka dikarantina dan terpisah dari masyarakat. Mereka dijadikan pengawal oleh Malik al Shaleh, penguasa Ayyubiyah yang terakhir ketika itu. Pada umumnya mereka berasal dari daerah Kaukasus dan laut Kasfia. Di Mesir mereka ditempatkan di pulau Raudhah di sungai Nil untuk dilatih kemiliteran dan keagamaan. Dari sinilah mereka mendapat julukan Mamluk Bahri. Saingan mereka dalam karir militer adalah suku Kurdi.
Dinasti Mamluk yang memerintah di Mesir dibagi dua, yaitu Mamluk Bahri dan Mamluk Burji. Sultan pertama dinasti Mamluk Bahri adalah Izzuddin Aibak. Sultan dinasti Mamluk yang terkenal adalah Qutuz, Baybars, Qolawun, dan Nasir Muhammad bin Qalawun. Dinasti Mamluk Burji kemudian mengambil alih pemerintah dengan menggulingkan sultan Mamluk Bahri terakhir, As-Salih Hajji bin Sya’ban. Sultan pertama penguasa dinasti Mamluk Burji adalah Barquq.
Dinasti Mamluk membawa warna baru dalam sejarah politik Islam. Pemerintahan dinasti ini bersifat oligarki militer (kecuali ketika dikuasai oleh Qolawun). System oligarki militer ini banyak mendatangkan kemajuan di Mesir. Kedudukan amir menjadi sangat penting, mereka berkopetensi dalam prestasi sebagai kandidat sultan. Kemajuan-kemajuan yang dicapai meliputi pemerintahan, perekonomian, dan ilmu pengetahuan.
Dalam bidang pemerintahan, kemenangan dinasti Mamluk atas Mongol di ‘Ayn Jalut menimbulkan harapan baru bagi daerah sekitar sehingga mereka meminta perlindungan, menyatakan kesetiaan kepada dinasti ini sehingga wilayah dinasti ini bertambah luas. Untuk menjalankan pemerintakan dalam negeri, Baybers mengangkat kelompok militer sebagai elit politik. Disamping itu untuk memperoleh simpati kerajaan Islam lain, Baybers membaiat keturunan Bani Abbas yang berhasil lolos dari serangan Mongol. Selain itu Baybers juga berhasil mengalahkan tentara salib di sepanjang Laut Tengah, menghancurkan kelompok Assasin di pengunungan Syiria, melumpuhkan Cyrenia dan menghancurkan kapal-kapal bangsa Mongol di Anatolia.
Dalam bidang ekonomi, dinasti Mamluk membuka hubungan dagang dengan Prancis dan Italia melalui perluasan jalur perdagangan yang sudah dirintis oleh dinasti Fathimiyah di Mesir sebelumnya. Jatuhnya Baghdad membuat Kairo sebagai jalur perdagangan antar Asia dan Eropa, menjadi lebih penting karena Kairo menghubungkan jalur perdagangan Laut Merah dan Laut Tengah dengan Eropa. Keberhasilan bidang ini didukung oleh pembangunan jaringan transportasi dan komunikasi antar kota baik laut maupun darat. Katangguhan Angkatan laut dinasti Mamluk sangat menunjang pengembangan perekonomiannya.
Dalam bidang ilmu pengetahuan, Mesir menjadi pelarian ilmuawan asal Baghdad dari serangan Mongol. Disamping itu al-Azhar dan Dar al-Hikmah yang selamat dari serangan Mongol menyebabkan kesinanbungan ilmu zaman klasik tetap berkembang di Mesir. Mesir menjadi pusat peradaban Islam yang berintikan kebudayaan Arab.
Ilmuwan yang lahir pada dinasti Mamluk antara lain :
1. Ibn Nafis. beliau bergelar The Second Avisenna karyanya kitab as-Syamil fi at-Thibb, sebuah ensiklopedi kedokteran lengkap. Kitab al-Muhadzdzab fi al-Kuhl, sebuah buku yang mencakup hampir seluruh cabang ilmu kedoteran Arab pada waktu itu. Mujiz al-Qanun, sebuah intisari lengkap buku Qonun Ibnu Sina.
2. Abu Fida, seorang ahli geografi dan sejarah. Karyanya Mukhtasir Tarikh al-Basar, sebuah buku sejarah universal. Takwin al-Buldan, sebuah deskripsi geografis yang dilengkapi sejumlah data dalam bentuk table-tabel, matematika, dan fisika.
3. Ibnu Khaldun, karyanya Muqaddimah dan kitab Sejarah Alam Semesta.
Dalam bidang arsitektur, banyak bangunan yang didirikan dengan arsitektur yang indah-indah, salah satunya Baybars merenovasi al-Azhar. Kejayaan dinanti Mamluk memang berlangsung agak lama. Pada tahun 1517 M, dinasti ini dikalahkan oleh kerajaan Usmani yang berpusat di Turki dan sejak itu Kairo hanya menjadi ibu kota provinsi dari kerajaan Usmani tersebut.

BAB III
PENUTUP
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Kairo (Mesir) kota yang sangat tinggi peradabannya. Hal ini berkat tiga dinasti besar Islam yang menjadikan Mesir sebagai ibu kota, yaitu dinasti Fathimiyah, dinasti Ayyubiyah dan dinanti Mamluk.
Mesir sebagai kota peradaban Islam awal mulanya dibangun pada tahun 17 Sya’ban 358 H/969 M oleh panglima perang dinansti Fathimiyah atas perintah Khalifah Fathimiyah, al-Mu’izz Lidinillah. Semenjak itu mesir mengalami pembangunan demi pembangunan diciptakan dimulai dari pembangunan masjid al-Azhar yang kemudian hari menjadi perguruan tinggi hingga perpustakaan Dar al-Hikmah yang memuat lebih dari 200.000 buku sehingga mencetak pemikir-pemikir yang handal dibidangnya.
Pada masa dinasti Ayyubiyah pembangunan ini tidak dimusnahkan baik dalam bidang keilmuan, arsitektur dll melainkan diarahkan orientasinya ke sunni. Bahkan dinasti ini mendirikan lembaga-lembaga baru yang sangat bermanfaat pada masa itu salah satunya rumah sakit bagi orang yang cacat pikiran. Pada masa dinasti Mamluk Kairo menjadi pusat peradaban yang selamat dari serangat Mongol. Oleh karenanya, Kairo menjadi pusat peradaban dan kebudayaan Islam terpenting. Didalamnya muncul ilmuwan seperti Ibn Nafis, Abu Fida dan Ibnu Khaldun.
Semoga bermanfaat. Kami mohon saran dan kritiknya.

DAFTAR PUSTAKA
Badri Yatim, Sejarah peradaban Islam Dirasah islamiyyah II (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006)
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), cet. IV.
Icha Purba Nurhendra, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : Assatrus, 2009).
Syamsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Amzah, 2009), cet. I

Syamsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Amzah, 2009), cet. I. Hal. 254
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), cet. IV. Hal. 141
Ibid. Hal. 143
Ibid. Hal. 144
Syamsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Amzah, 2009), cet. I. Hal. 264
Ibid Hal. 265
Badri yatim, Sejarah peradaban Islam Dirasah islamiyyah II (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), Hal. 282
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), cet. IV. Hal. 145
Ibid. hal 146
Syamsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Amzah, 2009), cet. I. Hal. 279
Opcit. Hal 151
Ibid. hal 152
Badri yatim, Sejarah peradaban Islam Dirasah islamiyyah II (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), Hal. 283
Icha Purba Nurhendra, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : Assatrus, 2009). Hal 106
Ibid. hal 106
Ibid. hal 107
Syamsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Amzah, 2009), cet. I. Hal. 279
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), cet. IV. Hal. 211
Ibid. hal 221
Ibid. hal 212
Badri Yatim, Sejarah peradaban Islam Dirasah islamiyyah II (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), Hal 284