WELCOME

selamat datang wahai para pencari tuhan, kami akan membantu anda memasuki dunia yang penuh warna...

Rabu, 27 April 2011

I'JAZUL QUR'AN

PENDAHULUAN

Al-qur’an yang merupakan firman Allah SWT yang diyakini banyak mengandung nilai keistimewaan dan nilai-nilai diluar kemampuan penilaian manusia, telah menjadi ibu bagi “semua” disiplin ilmu, artinya al-Qur’an telah melahirkan banyak sekali karya-karya ilmiah yang menjadi bahan kajian ilmu pengetahuan. Salah satu kajian atau pembahasan karya ilmiah yang dilahirkan al-Quran adalah, I’jaz al-Quran.
I’jaz al-Qur’an oleh sebagian ulama dijadikan sebagai kajian ilmiah untuk mengungkap nilai keitimewaan al-Qur’an yang menantang dan mampu melemahkan siapa saja yang berusaha menandingi apalagi membuat sesuatu yang semisal dengannya. Karena, boleh dibilang, al-Quran mempunyai nilai atau daya I‘jaz yang sangat luar biasa dari segala segi. Mulai dari segi sistematika penyusunannya dalam mushaf, sampai pada pemiliahan dan penempatan suatu kata dalam kalimat, serta redaksi dan makna yang dikandungnya.
Kondisi inilah yang membuat para tokoh sastrawan Arab membisu karena tidak mampu menantangnya, padahal mereka telah samapai pada puncak kesusasteraan Bahasa Arab.
Kenyataan seperti diatas mendorong para ulama’ menungkap segi-segi kemujizatan al-Qur’an. Ada yang mengarang kitab khusus tentang mu’jizat tersebut seperti kitab I’jaz al-Quran oleh al-Baqillani. Dan ada pula yang membahasnya dalam kitab-kitab ulum al-Quran seperti yang dilakukan oleh al-Suyuthi, al-Zarkasyi, al-Zarqani, Subhi Shalih dan lain-lain .
Dan pada kesempatan kali ini, judul makalah yang akan membahas I’jaz al-Qur’an dari segi bahasa. Yang pembahasannya antara lain : Pengertian I’jaz, segi-segi I’jaz dalam al-Qur’an, kemukjizatan al-Qur'an dari segi bahasa, konsistensi huruf yang menjadi pembuka surat dan keindahan susunan kata dan pola kalimatnya.
Dan akhirnya selamat membaca. Semoga menjadi tambahan ilmu yang manfa’at, barakah dan di Riidhai Allah SWT. Amin…







بسم الله الرحمن الرحيم

I’JAZ AL-QURAN DARI SEGI BAHASA

A. Pengertian I’jaz :
I’jaz secara bahasa berarti melemahkan atau membuat tidak mampu . Lafazh I’jaz secara bahasa terdapat dalam al-Qur’an, misalnya pada ayat:
                          • 
Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya menguburkan mayat saudaranya . Berkata Qabil: "Aduhai celaka aku, Mengapa Aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu Aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?" Karena itu jadilah dia seorang diantara orang-orang yang menyesal. (al-Maidah : 31).
Dinamakan mu’jizat (melemahkan) karena manusia tidak mampu untuk mendatangkan semisalnya.
Sedangkan pengertian I’jaz menurut istilah mempunyai beberapa pengertian diantaranya:
a. Sesuatu yang membuat manusia tidak mampu, baik secara individu ataupun kelompok, untuk mendatangkan hal yang sangat mustahil untuk menciptakanya.
b. Perbuatan seseorang mengklaim bahwa ia menjalankan fungsi Ilahiah dengan cara melanggar ketentuan hukum alam dan membuat orang lain tidak mampu melakukannya dan bersaksi akan kebenaran klaimnya .
Dengan membandingkan kedua pengertian secara istilah yang sudah dipaparkan diatas, maka kita akan temukan keistimewaan pengertian yang kedua dari yang pertama sebagai berikut:
Kemukjizatan al-Qur’an itu terletak pada al-Qur’an itu sendiri, yaitu pada lafazh-lafazh dan makna-maknanya. Jadi bukan terletak kepada sesuatu diluar dzat al-Qur’an seperti pendapat yang dikemukakan oleh Ahlush Shirfah, misalnya Ishaq an-Nazhzham (golongan Mu’tazilah), al-Murtadha (golongan Syia’h), menurut mereka, kemukjizatan al-Qur’an adalah karena adanya sirfah (pemalingan). Maksudnya, Allah memalingkan hati manusia untuk menandingi al-Qur’an sehingga mereka merasa malas dan tidak bersemangat untuk mendatangkan semisal seperti al-Qur’an. Jadi Allah telah menciptakan kelemahan atau menghilangkan kemampuan pada diri manusia, sehingga akhirnya tidak mampu mendatangkan yang semisal al-Qur’an. Kalau sekiranya Allah tidak memalingkan hati manusia, menurut pendapat ini, niscaya manusia akan mampu mendatangkan yang semisal al-Qur’an.

B. Segi-segi I’jaz dalam al-Qur’an
Al-qur’an adalah mukjizat dalam semua seginya, dalam semua keadaanya mempunyai tataran yang tinggi dalam harkat-harkatnya, huruf-hurufnya, kata-katanya, ayat-ayatnya, serta surat-surat dalam mushaf-nya. Ia adalah mukjizat dalam berita dan kabarnya, dalam perintah dan larangannya, ketetapan dan kenafiannya. Ia adalah seni dan jalinan polanya, dalam susunan kalimat lahir dan kandungannya, tidak hanya di masa tertentu saja, tapi untuk segenap jin dan manusia sampai hari kebangkitan .
Untuk mempercepat waktu, pemakalah akan menjelaskan kemukjizatan al-Qur’an dari segi bahasa sebagaimana yang sudah disinggung pada pendahuluan bahwa makalah ini akan membahas mukjizat al-Qur’an dari segi bahasa.

1. Kemukjizatan al-Qur’an dari segi bahasa.
Al-qur’an mempunyai gaya bahasa yang khas yang tidak dapat ditiru oleh siapa pun. Jalinan hurufnya serasi, unkapannya sangat indah, uslubnya manis, ayat-ayatnya teratur dan sangat memperhatikan situasi dan kondisi dalam berbagai macam gayanya. Menurut Muhammad Abdullah Darraz, jika diperhatikan secara seksama, dalam al-Qur’an banyak terdapat rahasia kemukjizatan dari segi bahasa. Hal itu terlihat dari keteraturan bunyinya yang indah melalui nada huruf-hurufnya, sewaktu beraharkat dan sukun, mad dan ghunnah, fasilah dan maqta’, sehingga sangat merdu didengar. Pemilihan kata dan penempatan yang sangat tepat, tidak kekurangan dan kelebihan. Khitab yang digunakan juga mampu mencakup berbagai golongan manusia yang berbeda tingkat intelektualitasnya, mereka dapat memahami kitab itu sesuai dengan tingkat akalnya, sehingga masing-masingnya merasa cocok dengan tingkat akal dan sesuai dengan keperluannya, baik mereka orang awam maupun orang khawas. Bahasa al-Qur’an dapat memenuhi kebutuhan jiwa manusia, pemikiran maupun perasaan secara seimbang .
Para ahli bahasa Arab telah menekuni ilmu bahasa ini dengan segala variasinya sejak bahasa itu tumbuh sampai remaja dan mekar dan menjadi raksasa perkasa yang tegar dalam masa kemudaannya. Mereka menggubah puisi dan prosa, kata-kata bijak dan uslub yan tunduk pada aturan bayan dan diekspresikan dalam uslub-uslubnya yang memukau, dalam gaya hakiki dan majazi (metafora), itnab, dan I’jaz, serta tutur dan ucapanya. Meskipun bahasa itu telah meningkat dan tinggi tetapi dihadapan al-Qur’an, dengan kemu’jizatan bahasanya, ia menjadi pecahan-pecahan kecil yang tunduk menghormat dan takut terhadap uslub al-Qur’an. Sejarah bahasa Arab tidak pernah mengenal suatu masa di mana bahasa berkembang sedemikian pesatnya melainkan tokoh-tokoh dan guru-gurunya bertekuk lutut di hadapan bayan al-Qur’an, sebagai manifestasi pengakuan akan ketinggian dan mengenali misterinya. Hal ini tidaklah mengherankan, sebab “itulah sunnah Allah dalam ayat-ayat yang dibuat dengan kedua tangannya. Semakin anda mengenali dan mengetahui rahasia-rahasianya, akan semakin tunduk pula kepada kebesarannya dan semakin yakin akan kemu’jizatannya. Ini sangat berbeda dengan karya-karya makhluk.
Sejarah menyaksikan, ahli-ahli bahasa telah terjun ke dalam medan festifal bahasa dan mereka memperoleh kemenangan. Tetapi tidak seorang pun di antara mereka yang berani memproklamirkan dirinya menantang al-Quran, melainkan hanya mendapat kehinaan dan kekalahan. Bahkan sejarah mencatat, kelemahan bahasa ini terjadi justru pada masa kejayaan dan kemajuannya ketika al-Qur’an diturunkan. Saat itu bahasa Arab telah mencapai puncaknya dan memiliki unsur-unsur kesempurnaan dan kehalusan di lembaga-lembaga dan pasar bahasa. Dan al-Qur’an berdiri tegak di hadapan para ahli bahasa dengan sikap menantang, dengan berbagai bentuk tantangan. Volume tantangan ini kemudian secara berangsur-angsur diturunkan menjadi lebih ringan, dari sepuluh surah menjadi satu surah, dan bahkan menjadi satu pembicaraan yang serupa dengannya. Namun demikian , tak seorangpun dari mereka sanggup menandingi atau mengimbanginya, padahal mereka adalah orang-orang yang sombong, tinggi hati dan pantang dikalahkan. Seandainya mereka punya kemampuan untuk meniru sedikit saja dari padanya atau mendapatkan celah-celah kelemahan di dalamnya, tentu mereka tidak akan repot-repot menghunus pedan dalam mengahadapi tantangan tersebut, sesudah kemampuan retorika mereka lemah dan pena mereka pecah.
Kurun waktu terus berjalan silih berganti melewati ahli-ahli bahasa Arab, tetapi kemu’jizatan al-Qur’an tetap tegar bagai gunung yang menjulang tinggi. Di hadapannya semua kepala bertekuk lutut dan tunduk, tidak terpikirkan untuk mengimbanginya, apalagi mengunggulinya, karena terlalu lemah dan tidak bergairah mengahadapinya tantangan berat ini. Dan senantiasa akan tetap demikian keadaannya sampai hari kiamat .
Qadi Abu Bakar al-Baqillani menegaskan, keindahan susunan al-Qur’an mengandung beberapa aspek kemukjizatan. Diantaranya, berbagai wajah dan madzhabnya berbeda dengan system dan atau urutan umum yang telah dikenal luas dikalangan bangsa Arab. Al-quran mempunyai uslub yang khas yan berbeda dengan uslub-uslub kalam biasa. Al-qur’an tidak termasuk sajak dan tidak termasuk syair. Oleh karena berbeda dengan semua macam kalam dan uslub khitab bangsa Arab, jelaslah bahwa al-Qur’an luar biasa dan ia adalah mu’jizat .
Menghayati keindahan, ketelitian serta kecermatan pembahasan al-Qur'an tidaklah mudah, terutama bagi bangsa kita yang pada umumnya kurang mempunyai apresiasi terhadap sastra Arab.
Tetapi kemu'jizatan al-Qur'an justru dari segi kebahasaan, selain isi dan ilustrasi-ilustrasinya.
Sejarah memperlihatkan bahwa al-Qur'an diturunkan berdasarkan urutan kejadian dan tidak berdasarkan urutan ayat atau surah yang terlihat dalam mushaf baku. Bahkan ayat-ayat al-Qur'an diturunkan secara spontan untuk menjawab persoalan-persoalan pelik yang dihadapi Nabi. Para peneliti menemukan keajaiban luar biasa yang dimiliki al-Qur'an, yang sangat mustahil manusia mampu menandinginya. Abdu al-Razak Naufal ketika meneliti al-Qur'an menemukan keseimbangan-keseimbangan dalam bilangan kata yang dipergunakan al-Qur'an. Sementara Rasyad Khalifah mene¬mukan konsistensi pemakaian jumlah huruf pembuka surah dalam surah yang bersangkutan. Sedang al-Rumani, al-Baqilani, dan Rasyid Ridha melihat sudut keindahan bahasa al-Qur'an yang jauh melebihi keindahan sastra Arab.

a. Keseimbangan dalam Pemakaian Kata
Abd al-Razaq Naufal, menemukan setidaknya lima bentuk keseimbangan kosa kata dalam al-Qur'an, yaitu keseimbangan antara jumlah kata dengan antonimnya, keseimbangan jumlah kata de¬ngan sinonimnya, keseimbangan jumlah kata dengan yang menunjuk akibatnya, keseimbangan jumlah kata dengan penyebabnya, dan keseimbangan khusus.
» Keseimbangan jumlah kata dengan antonimnya. Contoh:
- Al-hayy (hidup) dan al-mawt (mati) masing-masing sebanyak 145 kali.
- An-naf (manfaat) dan al-madhdrah (madharat), masing-masing sebanyak 50 kali.
- Al-hdr (panas) dan al-bard (dingin), masing-masing sebanyak 4 kali.
- Ash-shdlihat (kebajikan) dan al-sayyi 'at (keburukan) masing-masing sebanyak 167 kali;
- Al-rabh (cemas/takut) dan raghbah (harap/ingin) masing-masing sebanyak 8 kali.
» Keseimbangan jumlah kata dengan sinonimnya. Antara lain adalah:
- Al-harts dan al-zird'ah (membajak/bertani), masing-masing sebanyak 14 kali.
- Al-ushb dan al-dhurur (membanggakan diri/angkuh), masing-masing sebanyak 27 kali.
- Al-dhdllun dan mawta (orang sesat/mati [jiwanya]) masing-masing sebanyak 17 kali.
- Al-Qur'dn, al-wahy dan d-Isldm (al-Qur'an, wahyu dan Islam) masing-masing sebanyak 70 kali.
- Al-'aql dan al-nur (akal dan cahaya), masing-masing sebanyak 49 kali.
- Al-jahr dan al- ^aldniyah (nyata), masing-masing sebanyak 16 kali.
» Keseimbangan jumlah antara suatu kata dengan kata lain yang menunjuk pada akibatnya. Antara lain adalah:
- Al-infdq (infak) dengan al-Ridhd (kerelaan), masing-masing sebanyak 73 kali.
- Al-bukhl (kekikiran) dan al-Khasarah (penyesalan), masing-masing sebanyak 12 kali.
- Al-kafirun (orang-orang kafir) dengan al-Nar al-Ahraq (neraka/ pembakaran), masing-masing sebanyak 154 kali.
- Al-zakah (zakat/penyucian) dengan al-Barakah (kebajikan), masing-masing sebanyak 32 kali.
- Al-fasyah (kekejian) dengan al-Ghadhab (murka), masing-masing sebanyak 26 kali.
» Keseimbangan antara jumlah kata dengan kata penyebabnya. Antara lain, adalah:
- Al-isyrqf (pemborosan) dengan al-Sur’ah (ketergesa-gesaan), masing-masing sebanyak 23 kali.
- Al-mawizhah (nasihat/pertuah) dengan al-lisan (lidah), ma¬sing-masing sebanyak 25 kali.
- Al-asrd (tawanan) dengan al-Harb (perang), masing-masing sebanyak 6 kali.
- Al-saldm (kedamaian) dengan al-Thayyibah (kebajikan), masing-masing sebanyak 60 kali.
Selain keseimbangan-keseimbangan di atas, terdapat keseim¬bangan-keseimbangan lain yang bersifat khusus, yaitu:
1). Kata yawm (hari) dalam bentuk tunggal ada sebanyak 365, sesuai dengan jumlah hari dalam setahun. mutsanna Sedangkan kata ayydm (hari dalam bentuk jamak), ax.au yawmayni (bentuk), jumlah pemakaiannya hanya 30, sama dengan jumlah hari dalam sebulan. Di sisi lain, kata yang berarti "bulan" {syahr) hanya terdapat sebanyak 12 kali, sama de¬ngan jumlah bulan dalam setahun.
2). Kata-kata yang menunjuk pada utusan Tuhan, yakni rasul, nabiy, basyir, nadzir, keseluruhannya berjumlah 518. Jum¬lah ini seimbang dengan jumlah penyebutan nama-nama nabi-rasul pembawa berita ajaran keagamaan, yakni seban¬yak 518.

2. Konsistensi pemakaian huruf yang menjadi pembuka surah.
Hasil penelitian Rasyad Khalifah memperlihatkan keajaiban al-Qur'an yang sekaligus memperlihatkan otentisitasnya, yaitu kon¬sistensi pemakaian huruf yang digunakan sebagai pembuka surah. Dalam surah-surah yang dimulai dengan huruf, jumlah huruf dalam surah itu selalu habis dibagi 19, yang merupakan jumlah huruf da¬lam basmalah. Bahkan semua kata dalam al-Qur'an yang terhimpun dalam basmalah juga habis bila dibagi dengan 19.
Sebagai contoh, huruf qdf yang merupakan pembuka surah ke-50, ditemukan terulang sebanyak 57 kali, yakni 3 x 19. Huruf nun yang merupakan pembuka surah al-Qalam terulang sebanyak 133 kali, yakni 7 x 19, huruf ya' dan sin pembuka surah Yasin ditemukan terulang sebanyak 285 kali, yakni 15 x 19. Demikian pula dengan huruf-huruf yang dipakai sebagai pembuka pada surah-surah lain.
Di samping itu, jumlah pemakaian kata yang terhimpun, juga habis dibagi dengan angka 19. Kata ism terulang 19 kali, Allah terulang sebanyak 2698 kali, yakni 142 x 19, kata al-rahmdn teru¬lang sebanyak 57 kali, yakni 3 x 19, kata al-rahim terulang seba¬nyak 114 kali, yakni 6x19.

3. Keindahan susunan kata dan pola-pola kalimatnya.
Syeikh Fakhruddin al-Razi, penulis tafsir al-Qur'an berjudul Mafatih al-Ghaib, menyatakan bahwa kefasihan bahasa, keindahan susunan kata, dan pola-pola kalimat al-Qur'an amat luar biasa. Sementara itu Qadhi Abu Bakar dalam I’jaz al-Qur'an menyatakan bahwa memahami kemu'jizatan al-Qur’an dari sisi keindahan bahasanya jika dibandingkan dengan syair dan sastra Arab, amat sukar ditandingi. Abu Hasan Hazim al-Quthajani menyatakan bah¬wa keluarbiasaan al-Qur'an itu antara Iain terlihat dalam konsisten¬si, kefasihan bahasanya, dan keindahan susunan kalimatnya. Bah¬kan al-Qur'an amat sempurna dilihat dari semua segi, sehingga tidak mungkin menentukan tingkatan keindahan susunannya itu karena tidak ada alat untuk mengukurnya.
Kutipan-kutipan diatas memperlihatkan betapa tinggi kefasihan bahasa dan keindahan susunan kalimat-kalimat al-Qur’an. Semua ini bagian dari kemukjizatannya, sehingga mereka yang menentang kebenaran al-Qur’an tidak mampu menciptakan karya seperti al-Qur’an. Bundar Ibnu Husein al-Farisi, beliau adalah seorang ilmuan dan sastrawan besar dari Persia menyatakan bahwa tingkat kefasihan dan keindahan bahasa al-Qur’an barada di luar jangkauan kemampuan manusia. Kalau mereka mencoba, bisa-bisa malah sesat. Subhanallah…







KESIMPULAN

Kemukjizatan al-Qur’an sungguh sangat luar biasa, sehingga keluarbiasaan tersebut dikuar kemampuan jangkauan rasio manusia. Dari beberapa kemu’jizatannya, I’jaz bahasa al-Qur’an mempunyai bisa dilihat berbagai sei kebahasaan al-Qur’an. Dari segi Keseimbangan dalam Pemakaian Kata, Keseimbangan jumlah kata dengan antonimnya, Keseimbangan jumlah kata dengan sinonimnya, Keseimbangan jumlah antara suatu kata dengan kata lain yang menunjuk pada akibatnya, Keseimbangan antara jumlah kata dengan kata penyebabnya, Konsistensi pemakaian huruf yang menjadi pembuka surah dan Keindahan susunan kata dan pola-pola kalimatnya.
Sehingga beberapa ulama’ berpendapat tentang kemu’jizatan al-Qur’an dari segi bahasa sebagai berikut :
Qadhi Abu Bakar dalam I’jaz al-Qur'an menyatakan bahwa “memahami kemu'jizatan al-Qur’an dari sisi keindahan bahasanya jika dibandingkan dengan syair dan sastra Arab, amat sukar ditandingi. ”
Abu Hasan Hazim al-Quthajani menyatakan bah¬wa “keluarbiasaan al-Qur'an itu antara Iain terlihat dalam konsisten¬si, kefasihan bahasanya, dan keindahan susunan kalimatnya. Bah¬kan al-Qur'an amat sempurna dilihat dari semua segi, sehingga tidak mungkin menentukan tingkatan keindahan susunannya itu karena tidak ada alat untuk mengukurnya.”
Dan akhirnya, kembali kepada kita selaku pelajar al-Qur’an, untuk terus menggali dan mendalami kemu’jizatan-kemu’jizatan al-Qur’an, sehingga menambah kemanfaatan hidup diri kita dan buat orang lain. Hanya kepada Allah SWT kita memohon semua itu, semoga apa yang menjadi keinginan dan cita-cita baik kita, dikabulkan dengan Ridha dan Barakah Allah Rabbul ‘Alalmin. Amin…..











DAFTAR PUSTAKA

1. Al-qur’an dan terjemahnya
2. Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Yogyakarta, PUSTAKA PELAJAR.
3. Ibn Qayyim al-Jauziyah, Belajar mudah al-Qur’an, Jakarta, PT. LENTERA BASRITAMA.
4. Pengantar kajian al-Qur’an, editor: Kusmana dan Syamsuri, Jakarta, PT. PUSTAKA AL-HUSNA BARU.
5. Manna’ Khalil al-Kattan, Mabahis fi ‘Ulumil Qur’an (terjemah), Jakarta, PT. PUSTAKA LITERA ANTARNUSA.
6. Daud al-Aththar, Perspekti Bari Ilmu al-Qur’an (terjemah), Jakarta, PUSTAKA HIDAYAH.

WAWASAN AL-QUR’AN TENTANG ALAM BARZAKH

A. Pendahuluan
Segala puji bagi Allah dengan sifat-sifat kesempurnaan-Nya, yang disifati dengan sifat-sifat keagungan. Salawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad saw. yang telah membawa kita dari alam jahiliyah kepada alam yang penuh ilmu saat ini.
Hampir bisa dipastikan, setiap orang apakah dia orang awam maupun cendikiawan, golongan materialis maupun spritualis, dibuat penasaran oleh masalah roh. Karena alam roh roh merupakan hakikat yang ada tapi tidak ada, atau tidak ada tapi ada. Jadi semacam alam maya, antara ada dan tiada.
Begitupun alam barzakh yang masih banyak kontroversi tentang alam itu, baik kontroversi tentang ada atau tidak adanya siksa dalam alam tersebut. Dalam makalah ini akan di ulas pengertian alam barzakh, serta pembahasan yang menyangkut alam itu dan keberadaan disana. Akan tetapi saya penulis perlu menyampaikan bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dalam segi pembahasannya, solusinya yaitu dengan diskusi yang mendalam tentang alam barzakh ini.
B. Pengertian alam barzakh
kata “barzakh “ (برزخ) hanya tiga kali ditemukan di dalam Al-Qur’an, yaitu pada QS. Al-Mu’minun (23): 100, QS. Ar-Rahman (55): 20 dan QS. Al-Furqan (25): 53. Menurut Ibnu Manzhur, pengarang kitab Lisanul-‘Arab, pengertian barzakh adalah ma baina kulli syai’aini (مابين كل شيًـين = sesuatu yang terdapat di antara dua hal) dan al-hajizu baina asy-syai’aini (الحاجزبين الشيْين = pembatas atau penghalang antara dua hal). Barazikhul Iman (برازيخ الايمان) diartikan sebagai ‘pembatas antara keraguan dan keyakinan’. Barzakh juga berarti ‘alam yang dilalui manusia setelah kehidupan di dunia menjelang akhirat kelak’, yaitu alam kubur sebelum manusia akan dihimpun kelak di hari berbangkit. Orang yang telah meninggal dikatakan telah berada di alam Barzakh karena ia terhalang untuk kembali ke dunia dan belum sampai pada alam akhirat.
dari segi bahasa, “barzakh berarti “pemisah”. Para ulama mengartikan alam barzakh sebagai “periode antara kehidupan dunia akhirat”.keberadaan disana memungkinkan seseorang untuk melihat kehidupan dunia dan akhirat. Keberadaan disana bagaikan keberadaan dalam suatu ruangan terpisah yang terbuat dari kaca.kedepan penghuninya dapat melihat hari kemudian, sedangkan ke belakang mereka dapat melihat kita yang hidup di pentas bumi ini.
Sebagaimana hadits nabi yang diriwayatkan oleh imam Ahmad ibn hanbal, Ath-Thabrani, Ibnu Abi Ad-dunya, dan Ibnu Majah meriwayatkan melalui sahabat Nabi, Abu Said Al-Khudri, bahwa Nabi Saw. bersabda:
Sesungguhnya yang meninggal mengetahui siapa yang memandikannya, yang mengangkatnya, yang mengafaninya, dan siapa yang menurukannya ke kubur:
Imam bukhari meriwayatkan bahwa,
Apabila salah seorang diantara kamu meninggal, maka diperlihatkan kepadanya setiap pagi dan petang tempat tinggalnya (kelak di hari kiamat. Kalau dia penghuni surge; maka (diperlihatkan kepadanya penghuni surge; dan kalau penghuni neraka, maka diperlihatkan (tempat) penghuni neraka. Disampaikan kepadanya bahwa inilah tempatmu sampai Allah membangkitkanmu ke sana (HR Bukhari).
Mengenai firman Allah ta’ala وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ tersebut: yakni di hadapan mereka. Mujahid mengatakan: “Al-barzakh” berarti penghalang antara dunia dan akhirat.” Sedangkan Muhammad bin ka’ab mengemukakan: “Al-barzakh berarti keberadaan antara dunia dan akhirat, dimana penghuni dunia tidak makan dan tidak minum, dan tidak pula kepada penghuni akhirat diberikan balasan atas amal perbuatan mereka.”
Terkait penafsiran ayat ini, ibnu jarir menyatakan, ‘dari bagian depan mereka ada sebuah sekat yang membatasi mereka dengan ar-ruju’ , yakni hari saat mereka dibangkitkan dari kuburnya, yakni hari kiamat. Dengan demikian alam barzakh, sekat dan waktu terbatas (temporal) mempunyai waktu hampir sama.
Raghib juga berkata , “Al-barzakh berarti sekat dan pembatas antara dua hal.” Adapun barzakh terkait dengan hari kiamat ialah yang membentang antara manusia dengan tercapainya rumah mulia di akhirat.
C. Keberadaa di Alam Barzakh
Kedua pengertian yang dikutip dari buku ‘Ensiklopedia A-Qur’an” di atas sama-sama tercakup didalam Al-Qur’an. Pada QS. Al-Furqan (25): 53 dan QS. Ar-Rahman (55): 20, kata barzakh dipakai untuk pengertian ‘dinding pembatas’. Kedua buah ayat ini menerangkan bahwa Allah membiarkan dua buah laut bertemu. Namun, pertemuan kedua buah laut tersebut tidak membawa percampuran pada airnya. Rasa air laut juga tidak berubah dan bercampur oleh pertemuan tersebut. Hal ini dapat dilihat dari pertemuan hulu sungai dengan laut lepas. Air sungai (yang juga tercakup dalam kata al-bahr) tetap segar dan tawar, sedangkan air laut tetap asin dan pahit. Tidak terjadinya percampuran ini karena adanya dinding pembatas (barzakh) yang menghalangi keduanya. Barzakh ini berfungsi sebagai penghalang bagi kedua air tersebut sehingga tidak satupun dari keduanya yang dapat menghapus sama sekali ciri-cirinya.
Ayat ini menarik perhatian para pakar kelautan. Pada tahun 1873, beberapa ilmuwan dengan menggunakan kapal challenger berhasil menemukan ciri-ciri laut dari segi kadar garam, temparatur, jenis ikan atau binatang, dan sebagainya. Kemudian pada tahun 1948 ditemukan bahwa perbedaan sifat-sifat di atas menjadikan setiap jenis air berkelompok dengan sendirinya didalam bentuk tertentu terpisah dari jenis air lain, betapapun ia mengalir jauh. Penemuan para ahli juga menunjukkan adanya batas-batas air di laut tengah yang panas dan sangat asin dan di Samudera Atlantik yang temparatur airnya lebih dingin serta kadar garamnya lebih rendah. Batas-batas ini juga terlihat di Laut Merah dan Teluk Aden.
Muhammad Ibnu Ibrahim As-Sumaih, seorang guru besar ilmu kelautan pada Universitas Qatar, melakukan penelitian di teluk Oman dan Teluk Persia pada tahun 1984-1988. Di dalam penelitiannya yang menggunakan kapal canggih, ia menemukan adanya perbedaan rinci di kedua teluk tersebut. Penelitiannya juga menemukan adanya daerah di antara kedua teluk tersebut yang dinamai dengan mixed water area atau daerah barzakh (dengan istilah Al-Qur’an). Selain itu, penelitiannya juga menemukan tingkat air pada area tersebut. Pertama, tingkat permukaan yang bersumber dari Teluk Oman, dan kedua tingkat bawah yang berasal dari Teluk Persia. Adapun area yang jauh dari water mixed area itu tingkatan airnya seragam.
Terhalanganya percampuran antara kedua laut tersebut disebabkan oleh kestabilan daya tarik (gravitational stability) yang terdapat pada kedua tingkat tersebut.
Abdullah Yusuf Ali, penyusun the holy Qur’an, Text. Translitation and Commentary, menafsirkan al-barzakh secara kiasan. Menurutnya, al-barzakh didalam kedua ayat diatas adalah pembatas antara kebaikan dan keburukan didalam diri manusia. Rasa segar dan tawar didalam kedua ayat ini diartikannya sebagai kebaikan, kebenaran, dan keadilan sesuai dengan fitrah manusia, sedangkan rasa asin dipahaminya sebagai kejahatan, kelaliman, ambisi, dan sifat-sifat buruk lainnya yang bertentangan dengan fitrah manusia. Kedua sifat ini tidak mungkin pernah bertemu karena Allah telah membatasinya.
Di dalam QS. Al-Mu’minun (23): 100, al-Qur’an membicarakan penyesalan orang-orang kafir ketika menghadapi kematian. Mereka memohon agar dikembalikan kedunia supaya dapat berbuat baik. Namun, semua hanya perkataan mereka karena dihadapan mereka terdapat dinding yaitu (alam barzakh) yang tidak mungkin mereka tembus. Inilah yang menghalangi mereka untuk kembali ke dunia hingga mereka kelak dibangkitkan kembali pada hari kiamat nati.
D. Keadaan Menjelang Hari Kebangkitan Dan Setelahnya
Allah berfirman dalam QS. Yasin (36) : 51-52 yang artinya
ونفخ فى الصور فإذا هم من الأجداث الى ربهم ينسلون * قالوا يا ويلنا من بعثنا من مرقدنا هذا ما وعدالرحمن وصدق المرسلون.
Dan ditiuplah sangkakala maka serta merta mereka – dari kubur-kubur mereka- menuju Tuhan mereka. Mereka keluar berjalan cepat. Mereka berkata: “wahai kecelakaan kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat pembaringan kami?” Inilah yang pernah dijanjikan ar-Rahman dan benarlah para rasul.
Ayat diatas mengungkap sekelumit apa yang akan terjadi setelah kematian makhluk/manusia akibat teriakan (sangkakala) itu, yaitu bahwa : Dan ditiuplah sangkakala oleh malaikat Israfil sekali lagi, maka serta merta mereka semua dengan segera dan tanpa kuasa mengelak, langsung keluar dari kubur-kubur mereka masing-masing menuju Tuhan yang selama ini memelihara dan berbuat baik kepada mereka. Mereka berjalan keluar dengan cepat lagi penuh kesungguhan. Manusia yang ketika hidupnya mengingkari hari kebangkitan sungguh terperanjat dan takut, apalagi setelah melihat siksa yang menanti para pendurhaka. Mereka berkata: “Wahai kecelakaan kami yakni aduhai celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat pembaringan kami yakni kubur?” inilah yang pernah dijanjikan oleh ar-Rahman Tuhan yang maha pemurah melalui para nabi dan rasul yang dahulu kami tidak percaya dan kini telah menjadi kenyataan dan benarlah para rasul yang di utus-Nya.
Kata مرقدنا (tempat pembaringan kami), ia berasal dari kata الرقاد/ ar-ruqad (tidur yang nyenyak tetapi hanya sedikit. Begitu makna kebahasaanya menurut ar-Raghib al-ashfahani. Sementara orang menjadikan kata tersebut sebagai dalih untuk menolak adanya kehidupan di alam barzakh, termasuk siksa dan kenikmatannya. Siapa yang berada didalam kubur tidak akan merasakan apapun, karena ketika itu mereka tidur nyenyak, dan ketika dibangkitkan mereka kaget sambil bertanya seperti terbaca diatas. Begitu lebih kurang dalih mereka.
Pendapat diatas tidaklah tepat! Di kubur atau tepatnya di alam barzakh sebelum peniupan sangkakala kedua, ada siksa yang cukup pedih, tetapi setelah kebangkitan ke alam akhirat mereka sadar bahwa siksaan di neraka jauh lebih pedih, sehingga siksa di alam barzakh/kubur jika dibandinng dengannya adalah bagaikan tempat tidur belaka. Demikian tulis pakar tafsir al-Biqa’i. Inilah keadaan kaum musyrikin kelak.
Al-qur’an melukiskan keadaan orang-orang kafir ketika itu (di alam barzakh) dengan firman-Nya:
وحاق بأل فرعون سوء العذاب * النار يعرضون عليها غدوّا وعشيّا ويوم تقوم الساعة أدخلوا أل فرعون أشدّ العذاب.
Fir’aun beserta kaum (pengikut)-nya dikepung oleh siksa yang amat buruk . kepada mereka ditampakkan neraka pada pagi dan petang. Dan (nanti) pada hari terjadinya kiamat, (dikatakan kepada malaikat): “masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam azab yang keras” (QS. Ghafir (45-46).
Dalam QS. Qaaf ayat 22 dijelaskan juga keadaan orang yang lalai
“sesungguhnya engkau adalah dalam kelalaian dari ini (semua).” (pangkal ayat 22). Artinya bahwasanya selama kamu hidup disunia yang sangat singkat itu, hal seperti ini tidak menjadi perhatian kamu. Nasihat kebenaran tidak kamu acuhkan. Peringatan jalan kebenaran tidak kamu acuhkan. “maka Kami bukakanlah bagi kamu apa yang menutupi kamu itu; maka penglihatanmu hari ini jadilah sangat tajam.” 9ujung ayat 22).
Maka demikianlah keadaan apabila manusia yang bersalah dan tidak insaf akan kesalahannya menerima azab dan siksanya, dimasukkan kedalam neraka. Disanalah baru matanya terbuka dan penglihatannya jadi tajam. Namunmeskipun penglihatannya sudah sangat tajam, dia hanya dapat digunakan untuk menyesal, bukan untuk memperbaiki keadaan.
Adapun para syuhada’ dilukiskan sebagai orang-orang yang hidupdan mendapat rezeki.
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur dijalan Allah (bahwa mereka itu) mati. Sebenarnya mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya (QS Al-Baqarah, (154).
Jangan sekali-kali menduga yang gugur di jalan Allah adalah orang-orang mati. Sebenarnya mereka hidup disisi Tuhan mereka dan mereka memperoleh rezeki. (QS. Ali Imran, (169).
Adapun mengeniai para penghuni surga dalam ayat selanjutnya Allah berfirman masih dalam QS. Yasin:55 yang artinya:
“sesungguhnya penghuni-penghuni surga pada hari itu dalam kesibukan, lagi sangat senang”.
Ayat di atas mengungkap sekelumit anugerah yang akan diraih oleh para penghuni surga. Namun sebelum mengungkapkannya, ayat 55 mengingatkan bahwa walau kenikmatan telah menjadi kesenangan yang berkesinambung atau katakanlah merupakan rutinitas penghuni surga, namun itu sama sekali tidak menjemukan mereka. Karena sesungguhnya penghuni-penghuni surga pada hari kebangkitan itu dalam kesibukan, lagi mereka sangat senang dengan kesibukan itu. Disana mereka tidak hidup sendiri-sendiri, tetapi mereka bersama dengan passangan-passangan mereka. Yakni istri dan suami mereka akan selalu bersama mereka dan berada dalam tempat-tempat yang teduh, bertelekan di atas dipan-dipan. Buat mereka disana ada aneka buah-buahan yang disuguhkan oleh pelayan-pelayan yang lincah, cantik atau gagah dan dalam usia remaja dan buat mereka juga apa yang mereka minta atau harapkan.
E. Kontroversi Adanya Alam Barzakh
Dalam QS. Ghafir (40): 46.
النار يعرضون عليها غدوّا وعشيّا ويوم تقوم الساعة أدخلوا أل فرعون أشدّ العذاب.
Kata (يعرضون) terambil dari kata عرض yang berarti “menampakkan sesuatu kepada pihak lain baik untuk menarik perhatiannya, menakutkannya, maupun sekedar menampakkan atau membawanya kepada yang ditunjukkan kepadanya itu.
Ayat di atas dijadikan dalil oleh banyak ulama tentang adanya alam barzakh dan adanya siksa di alam tersebut, atau dengan kata lain siksa kubur. Anda baca terjemahan ayat itu bahwa kepada keluarga fir’aun dinampakkan neraka pada pagi hari dan petang hari. Tentu saja itu terjadi setelah mereka keluar dari pentas permukaan bumu ini dengan kata lain setelah mereka terkubur dalam perut bumi dan berbeda dengan alam duniawi saat ini.
Ayat di atas juga menunjukkan bahwa dinampakkan neraka itu pada keluarga fir’aun, sedangkan Fir’aunnya tidak disebutkan, disini bukan berarti fir’aun tidak disiksa atau pada akhir hidupnya dia beriman, akan tetapi itu menunjukkan lebih pedihnya azab yang di timpakan kepada, kalau keluarganya saja sudah sepedih itu siksanya apalagi kepada Fir’aun sebagai pemimpin mereka.
Ayat ini mengisyaratkan bahwa kehidupan di alam barzakh itu, berlanjut sampai hari kiamat, informasi ayat ini bertemu dengan firman-Nya dalam QS. al-Mu’minun (23): 99-100). yang berbicara tentang barzakh yang merupakan dinding pemisah antara dunia dan akhirat.
Kalau merujuk pada as-Sunnah, kita banyak sekali menemukan riwayat menyangkut kehidupan alam barzakh, misalnya bahwa orang mati saling ziarah-menziarahi dikubur mereka(barzakh). (HR.Turmudzi melalui Abu Said), juga bahwa mereka mengetahui keberadaan keluarga mereka yang masih hidup di dunia (HR. Ahmad melalui Anas Ibn Malik ra.). kendati sebagian riwayat-riwayat tersebut lemah atau diperselisihkan nilainya, namun karena banyaknya riwayat yang sebagian sangat kuat sulit untuk mengingkari siksa dan kenikmatan di alam tersebut hanya dengan alasan yang berdasarkan logika alam duniawi dan hukum yang berlaku disini, padahal telah terbukti bahwa ada alam lain dan ada juga hukum-hukum yang berlaku bagi yang berada disana. Ini serupa dengan hukum-hukum alam yang berlaku di luar angkasa, yang berbeda dengan yang berlaku di bumi sebagimana terbukti dan telah dialami oleh para antariksawan.
Sebagian hujjah dan argumen golongan-golongan (orang-orang ateis, zindiq, orang-prang ahli bid’ah, serta orang-orang yang sesat) yang mengingkari siksa dan pertanyaan malaikat pada saat di berada di alam barzakh atau alam kubur yaitutidak adanya bukti, mereka berkata, “kami pernah membongkar kuburan dan kami tidak menemukan malaikat, yang memukuli mayat dengan alat pemukul dari besi, ahli bid’ah juga mengatakan “setiap hadis yang tidak bisa diterima akal dan perasaan, menunjukkan kesalahan orang-orang yang mengatakannya. Intinya ahli bid’ah itu karena tidak menemukan bukti-bukti.
F. Penutup
Barzakh secara pengertian istilah yaitu alam diantara dunia dan akhirat, pembahasan tentang keadaan di alam barzakh banyak pendapat, apakah disana ada siksa atau hanya tidur belaka sampai datangnya hari kebangkitan. Para ulama berbeda pendapat dalam memahami ayat dalam QS. Ghafir (40): 46. Dan QS. Yasin (36) : 51-52. Karena keterbatasan makalah ini, maka untuk lebih paham dan lebih detail pengetahuan anda tentang alam barzakh silakan anda baca buku-buku karangan ulama yang sudah di akui kapabilitasnya tentang pembahasan materi ini.
Dengan mengharap ridha Allah semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi ilmu yang bermanfaat. Amin.







DAFTAR PUSTAKA
Sahabuddin, Ensiklopia Al-Qur’an, (jakarta : Lentera Hati, 2007), cet ke-1.
Shihab M.Qurais, Wawasan Al-quran, (jakarta, Mizan, 2007) cet, ke-1.
Abdullah, Terjemah tasir ibnu katsir, (kairo, Pustaka Imam Syafii, 2007),cet. ke-4.
Hamka, Tafsir Al-Azhar jilid. 9, (Pustaka Nasional, 2003), cet. ke-5.
Al-Jauziyah Ibnu Qayyim, Roh, (Pustaka Al-Kautsar, 2010), cet- ke 20.

Selasa, 26 April 2011

FILSAFAT EKSISTENSIALISME

A.     Pendahuluan
Filsafat adalah pikiran yang dilakukan, biasanya berupa pertanyaan kepada diri sendiri, demi memdapatkan kebijaksanaan, akar dari pemikiran tersebut. Metode kerja filsafat adalah mengajukan pertanyaan dan mengupasnya secara mendalam. Filsafat manusia merupakan bagian dari filsafat yang mengupas hakikat manusia. Filsafat manusia mempelajari inti dan gejala dari manusia itu sendiri. Para filosof semenjak ribuan tahun yang lalu bertanya apakah manusia itu, darimana datangnya manusia dan apa takdir yang dimiliki manusia.
Filsafat manusia perlu dipelajari karena manusia adalah makhluk yang mempunyai kemampuan dan hak istimewa yang lebih daripada makhluk hidup lainnya serta memiliki rasa ingin tahu yang besar untuk mencari tahu sedalam-dalamnya semua hal tentang manusia itu sendiri. Filsafat manusia menganggap bahwa watak manusia merupakan kumpulan corak yang khas atau rangkaian bentuk yang dinamis dan khas yang terdapat pada manusia.
Filsafat Manusia secara umum bertujuan menyelidiki, menginterpretasi dan memahami gejala-gejala atau ekspresi-ekspresi manusia sebagaimana pula halnya dengan ilmu-ilmu tentang manusia (human studies). Adapun secara spesifik bermaksud memahami hakikat atau esensi manusia. Jadi, mempelajari filsafat manusia sejatinya adalah upaya untuk mencari dan menemukan jawaban tentang siapakah sesungguhnya manusia itu.
Obyek kajiannya tidak terbatas pada gejala empiris yang bersifat observasional dan atau eksperimental, tetapi menerobos lebih jauh hingga kepada gejala apapun tentang manusia selama bisa atau memungkinkan untuk dipikirkan secara rasional.
Terdapat beberapa aliran dalam filsafat manusia. Beberapa diantaranya adalah materialisme, idealisme, dualisme, eksistensialisme, dam strukturalisme. Dalam makalah ini, kami akan membahas eksistensialisme.
B.     Pengertian
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, eksistensialisme adalah aliran filsafat yang pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak benar.  Berdasarkan etimologis, eksistensialisme berarti berdiri atau berada di (ke) luar. eks´ berarti ke (di) luar dan (s)istens berarti menempatkan atau berdiri. (Sutardjo, 2006, hal 80).
Menurut Wikipedia, eksistensialisme adalah aliran filsafat yg pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya bukannya tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relatif, dan karenanya masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya benar.
Menurut Prof. Dr. Sutardjo A. Wiramihardja, Psi. dalam bukunya Pengantar Filsafat (2006), eksistensialisme adalah aliran filsafat yang memandang segala hal berpangkal pada eksistensinya. Menurut beliau lebih lanjut, eksistensialisme merupakan cara manusia berada atau lebih tepat mengada dan eksistensi ini hanya berlaku pada manusia.
Menurut Prof. Dr. Ahmad Tafsir dalam bukunya Filsafat Umum(2000), eksistensialisme merupakan aliran dalam filsafat yang menunjukkan cara beradanya manusia di bumi yang lahir sebagai reaksi terhadap materialisme, idealisme, dan situasi dunia pada umumnya yang tidak menentu.

Berdasarkan definisi-definisi di atas serta pemahaman kami, kami mengartikan eksistensialisme sebagai salah satu aliran filsafat yang menekankan cara keberadaan manusia itu di dunia yang dihadirkan melalui kebebasan manusia yang bertanggung jawab terhadap kemauan individu yang bebas tanpa memikirkan mana yang benar dan mana yang salah secara mendalam.

C.     Sejarah Kelahiran Eksistensialisme
Istilah esikstensialisme pertama kali digunakan oleh ahli filsafat Jerman yaitu Martin Heidegger (1889-1976). Akar metodelogi eksistensialisme ini berasal dari fenomenologi yang dikembangkan oleh Edmund Husserl (1859-1938).
Eksistensialisme lahir karena ketidakpuasan beberapa filosof terhadap filsafat pada masa Yunani hingga modern, seperti protes terhadap rasionalisme Yunani, khususnya pandangan spekulatif tentang manusia. Intinya adalah penolakan untuk mengikuti suatu aliran, penolakan terhadap kemampuan suatu kumpulan keyakinan, khususnya kemampuan sistem, rasa tidak puas terhadap filsafat tradisional yang bersifat dangkal, akademik dan jauh dari kehidupan, juga pemberontakan terhadap alam yang impersonal yang memandang manusia terbelenggu dengan aktivitas teknologi yang membuat manusia kehilangan hakekat hidupnya sebagai manusia yang bereksistensi.
Eksistensialisme merupakan gerakan filosofis yang muncul di Jerman setelah perang dunia I dan berkembang di Perancis setelah perang dunia II. Bermula dari reaksi terhadap esensialisme Hegel, yang memandang bahwa konstruksi dipahami sebagai suatu lintasan dari sesuatu yang tidak eksis (No existence, not being) kepada µsesuatu yang eksis¶. Kierkegaard menentang pandangan tersebut dengan menyatakan tentang kebenaran subjektif, yaitu suatu bentuk penegasan keunikan dan sesuatu yang konkrit dan nyata sebagai sesuatu yang berlawanan dengan yang abstrak. Konsep tersebut merupakan perlawanan terhadap usaha untuk mengkonstruksi gambaran tentang dunia dengan memakai konsep kecukupan intelek pada dirinya sendiri. Apa pun yang eksis menjadi sesuatu yang dihadapi secara yakin sebagai sesuatu yang lebih aktual dibanding dengan sesuatu yang dipikirkan.
Eksistensialisme muncul sebagai reaksi terhadap pandangan materialisme. Paham materialisme ini memandang bahwa pada akhirnya manusia itu adalah benda, layaknya batu atau kayu, meski tidak secara eksplisit. Materialisme menganggap hakekat manusia itu hanyalah sesuatu yang material, betul-betul materi. Materialisme menganggap bahwa dari segi keberadaannya manusia sama saja dengan benda-benda lainnya, sementara eksistensialisme yakin bahwa cara berada manusia dengan benda lain itu tidaklah sama. Manusia dan benda lainnya sama-sama berada di dunia, tapi manusia itu mengalami beradanya dia di dunia, dengan kata lain manusia menyadari dirinya ada di dunia. Eksistensialisme menempatkan manusia sebagai subjek, artinya sebagai yang menyadari, sedangkan benda-benda yang disadarinya adalah objek.
Eksistensialisme juga lahir sebagai reaksi terhadap idealisme. Idealisme dan materialisme adalah dua pandangan filsafat tentang hakekat yang ekstrim. Materialisme menganggap manusia hanyalah sesuatu yang ada, tanpa menjadi subjek, dan hal ini dilebih-lebihkan pula oleh paham idealisme yang menganggap tidak ada benda lain selain pikiran. Idealisme memandang manusia hanya sebagai subjek, dan materialisme memandangnya sebagai objek. Maka muncullah eksistensialisme sebagai jalan keluar dari kedua paham tersebut, yang menempatkan manusia sebagai subjek sekaligus objek. Manusia sebagai tema sentral dalam pemikiran.
Munculnya eksistensialisme juga didorong oleh situasi dunia secara umum, terutama dunia Eropa barat. Pada waktu itu kondisi dunia pada umumnya tidak menentu akibat perang. Di mana-mana terjadi krisis nilai. Manusia menjadi orang yang gelisah, merasa eksistensinya terancam oleh ulahnya sendiri. Manusia melupakan individualitasnya. Dari sanalah para filosof berpikir dan mengharap adanya pegangan yang dapat mengeluarkan manusia dari krisis tersebut. Dari proses itulah lahir eksistensialisme.
Kierkegaard seorang pemikir Denmark yang merupakan filsuf Eksistensialisme yang terkenal abad 19 berpendapat bahwa manusia dapat menemukan arti hidup sesungguhnya jika ia menghubungkan dirinya sendiri dengan sesuatu yang tidak terbatas dan merenungkan hidupnya untuk melakukan hal tersebut, walaupun dirinya memiliki keterbatasan untuk melakukan itu. Filsafatnya untuk menjawab pertanyaan mengenai ³Bagaimanakah aku menjadi seorang individu?´ Ia juga menganut prinsip Socrates yang mengatakan bahwa ´pengetahuan akan diri adalah pengetahuan akan Tuhan´ . Hal ini terjadi karena pada saat itu terjadi krisis eksistensialisme (manusia melupakan individualitasnya), sehingga manusia bisa menjadi manusia yang autentik jika memiliki gairah, keterlibatan dan komitmen pribadi dalam kehidupan.
Jean-Paul Sartre, filsuf lain dari Eksistensialisme berpendapat eksistensi mendahului esensi, manusia adalah mahkluk eksistensi, memahami dirinya dan bergumul di dalam dunia. Tidak ada alam manusia, karena itu tidak ada Tuhan yang memiliki tentang konsepsi itu. Jean-paul Sartre kemudian menyimpulkan bahwa manusia tidak memiliki suatu apapun, namun dia dapat membuat sesuatu bagi dirinya sendiri. Neitzche, juga filosof Jerman (1844-1900) yang tujuan filsafatnya menjawab pertanyaan ´ Bagaimana menjadi manusia unggul?´ dan jawabannya adalah manusia bisa menjadi manusia unggul jika mempunyai keberanian untuk merealisasikan diri secara jujur dan berani.Kedua tokoh diatas muncul karena adanya perang dunia pertama dan situasi Eropa pada saat itu, sehingga mereka tampil untuk menjawab pandangan tentang manusia seperti yang sudah dijelaskan diatas.
Disamping itu penyebab munculnya filsafat eksistensialisme ini yaitu adanya reaksi terhadap filsafat materialisme Marx yang berpedoman bahwa eksistensi manusia bukan sesuatu yang primer dan idealisme Hegel yang bertolak bahwa eksistensi manusia sebagai yang konkret dan subjektif karena mereka hanya memandang manusia menurut materi atau ide dalam rumusan dan system-sistem umum (kolektivitas sosial).

D.    Tokoh-tokoh Eksistensialisme.

1.      Soren Aabye Kiekeegaard
Inti pemikirannya adalah eksistensi manusia bukanlah sesuatu yang statis tetapi senantiasa menjadi, manusia selalu bergerak dari kemungkinan menuju suatu kenyataan, dari cita-cita menuju kenyataan hidup saat ini. Jadi ditekankan harus ada keberanian dari manusia untuk mewujudkan apa yang ia cita-citakan atau apa yang ia anggap kemungkinan.

2.      Friedrich Nietzsche
Menurutnya manusia yang bereksistensi adalah manusia yang mempunyai keinginan untuk berkuasa (will to power), dan untuk berkuasa manusia harus menjadi manusia super (uebermensh) yang mempunyai mental majikan bukan mental budak. Dan kemampuan ini hanya dapat dicapai dengan penderitaan karena dengan menderita orang akan berfikir lebih aktif dan akan menemukan dirinya sendiri.

3.      Karl Jaspers
Memandang filsafat bertujuan mengembalikan manusia kepada dirinya sendiri. Eksistensialismenya ditandai dengan pemikiran yang menggunakan semua pengetahuan obyektif serta mengatasi pengetahuan obyektif itu, sehingga manusia sadar akan dirinya sendiri. Ada dua fokus pemikiran Jasper, yaitu eksistensi dan transendensi.
4.      Martin Heidegger
Inti pemikirannya adalah keberadaan manusia diantara keberadaan yang lain, segala sesuatu yang berada diluar manusia selalu dikaitkan dengan manusia itu sendiri, dan benda-benda yang ada diluar manusia baru mempunyai makna apabila dikaitkan dengan manusia karena itu benda0benda yang berada diluar itu selalu digunakan manusia pada setiap tindakan dan tujuan mereka.
5.      Jean Paul Sartre
Menekankan pada kebebasan manusia, manusia setelah diciptakan mempunyai kebebasan untuk menetukan dan mengatur dirinya. Konsep manusia yang bereksistensi adalah makhluk yang hidup dan berada dengan sadar dan bebas bagi diri sendiri.
E.     PENUTUP
Eksistensialisme merupakan suatu aliran dalam ilmu filsafat yang menekankan pada manusia, dimana manusia dipandang sebagai suatu mahluk yang harus bereksistensi, mengkaji cara manusia berada di dunia dengan kesadaran. Jadi dapat dikatakan pusat renungan eksistensialisme adalah manusia konkret.
Ada beberapa ciri eksistensialisme, yaitu, selalu melihat cara manusia berada, eksistensi diartikan secara dinamis sehingga ada unsur berbuat dan menjadi, manusia dipandang sebagai suatu realitas yang terbuka dan belum selesai, dan berdasarkan pengalaman yang konkret.
Jadi dapat disimpulkan bahwa eksistensialisme memandang manusia sebagai suatu yang tinggi, dan keberadaannya itu selalu ditentukan oleh dirinya, karena hanya manusialah yang dapat bereksistensi, yang sadar akan dirinya dan tahu bagaimana cara menempatkan dirinya.
Munculnya eksistensialisme sebagai reaksi atas materialism dan idealism, begitu juga didorong oleh situasi dunia terutama bangsa eropa yang mengalami krisis nilai, bahkan manusianya sendiri mengalami krisis. Maka dari hal itu tampillah eksistensialisme yang menjadikan manusia sebagai subyek dan sekaligus obyek. Manusia dijadikan tema sentral dalam perenungan.

DAFTAR PUSTAKA

Tafsir, Ahmad, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra. Bandung : Remaja Rosda Karya, 2009. Cet XVII.
Abdul Hakim, Atang. Ahmad Saebani, Beni, Filsafat Umum Dari Metologi Sampai Teofilosofi. Bandung : Pustaka Setia, 2008. Cet I.
Asmoro Achmadi, Filsafat Umum. Jakarta : Rajawali
Sutardjo A, Wiramihardja, Pengantar Filsafat. Bandung : Refika Aditama, 2006.